Warga Desa Iwul Tuntut PT Kahuripan Batalkan Penggunaan Lahan Tanpa izin
Warga Desa Iwul Tuntut PT Kahuripan Batalkan Penggunaan Lahan Tanpa izin-Ist-
BOGOR - Warga Desa Iwul, Kecamatan Parung, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Bogor dengan tuntutan untuk mempertahankan tanah leluhur dan makam keluarga mereka.
Dalam orasinya, Zarkasih, selaku ketua aksi, menyampaikan keberatan masyarakat atas penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 143 hektar tanpa melibatkan warga setempat.
Menurut Zarkasih, penerbitan SHGB tersebut tidak memperhatikan keberadaan delapan makam sesepuh dan keluarga warga Desa Iwul yang telah lama ada di lahan tersebut.
"Ketika proses pengalihan lahan, kami seharusnya dilibatkan, tetapi tiba-tiba SHGB diterbitkan dan PT Kahuripan mengumumkan rencana pemindahan makam tanpa persetujuan kami. Ini sangat tidak bisa diterima," ujar Zarkasih pada Jumat (01/10/2024).
Zarkasih juga menyoroti dampak lingkungan dari rencana perubahan fungsi lahan menjadi kawasan permukiman. Ia menyatakan bahwa perubahan ini berisiko menurunkan kualitas air tanah dan mengurangi jumlah oksigen di area sekitar.
"Lahan ini adalah satu-satunya ruang hijau yang tersisa di Parung. Jika dialihfungsikan, bisa menyebabkan peningkatan suhu udara, mengurangi kualitas oksigen, bahkan memicu krisis lingkungan," paparnya.
BACA JUGA:Polres Bogor Amankan 37 Tersangka Kasus Narkoba, Ratusan Gram Barang Bukti Disita
BACA JUGA:Komisi IX DPR RI Lakukan Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SDN 01 Pakansari Bogor
Zarkasih menyatakan bahwa PT Kahuripan diduga melakukan tindakan sepihak yang merugikan warga. Ia menjelaskan bahwa tanaman singkong milik warga yang masih aktif ditanami digusur habis, dan alat berat dikerahkan tanpa izin resmi serta tanpa koordinasi dengan pemerintah setempat.
"Jalan yang sudah ada sejak sebelum kemerdekaan pun diklaim sebagai milik mereka. Warga merasa terhina dan terusir dari tanah leluhurnya," tegasnya.
Zarkasih juga menyoroti kehadiran aparat militer yang turut mendampingi alat berat dalam penertiban lahan ini. Ia menyebutkan bahwa masyarakat pernah berhadapan dengan anggota Kopassus dan Marinir.
"Kami berhadapan dengan aparat TNI aktif yang seharusnya tidak terlibat dalam masalah ini. Ketika ditangkap pun, tidak ada bukti nyata atau proses hukum yang jelas. Ini adalah bentuk pelecehan terhadap hak asasi kami sebagai masyarakat," tuturnya.
Di samping itu, Zarkasih meminta kejelasan tentang riwayat tanah dari era penjajahan Belanda hingga saat ini. Ia mempertanyakan validitas penerbitan SHGB di atas lahan yang mereka yakini merupakan tanah leluhur yang telah lama menjadi tempat pemakaman keluarga.
Sumber: