4 Kesalahan Pola Pikir Gen Z yang Buat Banyak Orang Tersesat Berpikir

4 Kesalahan Pola Pikir Gen Z yang Buat Banyak Orang Tersesat Berpikir

Kesalahan Pola Pikir Gen Z-Unsplash-

Kesalahan berpikir ini terjadi ketika seseorang lebih mengutamakan passion daripada realitas yang ada. Misalnya, seseorang ingin membangun merek pakaian sendiri, tetapi belum memiliki modal yang mencukupi atau memaksakan diri dengan modal seadanya.

Lebih parah lagi, ketika seseorang hanya ingin bekerja jika pekerjaan tersebut sesuai dengan passion-nya, ia cenderung menutup peluang lain yang mungkin lebih menjanjikan hanya karena itu bukan passion-nya, padahal passion tersebut belum bisa dijadikan sumber penghasilan yang stabil.

BACA JUGA:8 Tips Mengelola Keuangan dengan Bijak untuk Generasi Sandwich

BACA JUGA:Elon Musk Bagikan Kunci Raih Kesuksesan untuk Generasi Muda Indonesia

Lalu, bagaimana cara berpikir yang benar? Menurut kami, hal yang paling sehat untuk dilakukan, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan dalam mewujudkan passion, adalah bekerja apapun dulu untuk memenuhi kebutuhan dasar. Setelah itu, passion dapat didukung secara bertahap menggunakan uang yang diperoleh dari pekerjaan tersebut.

Inti dari masalah passion ini adalah ketika seseorang memaksakan diri untuk hidup dari passion-nya dan menolak peluang mencari uang dari sumber lain hanya karena itu bukan passion-nya. Akibatnya, Gen Z yang memiliki pola pikir seperti ini hanya hidup dalam bayangan ekspektasinya sendiri, tanpa melihat realitas yang ada.

4. Standar Work Life Balance

Data menunjukkan bahwa Gen Z dikenal memiliki pandangan tersendiri terhadap pekerjaan, yang sering disebut sebagai "work-life balance."

Konsep keseimbangan hidup ini pada dasarnya baik, namun mengapa cara berpikir ini justru dapat membuat Gen Z kesulitan dalam mencari pekerjaan atau mendapatkan penghasilan di masa depan? Apakah hanya Gen Z yang memiliki pandangan seperti ini terhadap pekerjaan?

Generasi sebelum Gen Z, seperti Baby Boomers dan Milenial, memiliki pandangan yang berbeda mengenai pekerjaan. Mereka mengusung prinsip hustle culture, di mana bekerja dianggap sebagai sesuatu yang tidak bisa dilakukan setengah-setengah atau bahkan dianggap sebagai kewajiban. Bagi mereka, bekerja harus dilakukan dengan keras dan penuh dedikasi.

Hal ini berbeda dengan Gen Z, yang cenderung terlalu mengutamakan work-life balance. Ada data yang menunjukkan bahwa Gen Z dengan cara berpikir seperti ini memiliki kualitas kerja yang lebih rendah dibandingkan generasi sebelumnya.

BACA JUGA:IKN Disebut Akan Jadi Kota Masa Depan Bagi Gen Z Dan Milenial

BACA JUGA:Gen Z Wajib Tahu! Paradoks Kegagalan Karena Menelan Terlalu Banyak Informasi

Maka, tidak mengherankan jika Gen Z sering dianggap sebagai generasi dengan mental yang lebih lemah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih mengutamakan keseimbangan atau kenyamanan dalam bekerja, padahal kenyataannya, tidak ada pekerjaan yang sesuai dengan ekspektasi mereka tanpa menguras banyak tenaga.

Inilah yang membuat Gen Z kesulitan mendapatkan pekerjaan, karena ekspektasi mereka terhadap pekerjaan sering kali tidak sesuai dengan realitas. Kami pernah berpikir, mengapa Gen Z memiliki ekspektasi bekerja seperti ini? Apakah karena terlalu dimanjakan oleh teknologi, atau ada faktor lain?

Sebenarnya, Gen Z memiliki peluang yang sangat besar, bahkan lebih besar dari generasi sebelumnya, untuk menjadi lebih kaya jika mereka bersedia berbenah. Menurut kami, perubahan harus dimulai dari cara pandang terhadap pendidikan.

Sumber: pertajam pola pikir