BPJS Tak Didaftarkan, Perusahaan Lepas Tangan, Yayat Kustiawan: Bapak Ridwan Kamil Tolong Kami (2)
DINILAI MERUGIKAN: Yayat Kustiawan memperlihatkan surat pernyataan dari PT. Lakumas Bandung usai dirinya mengalami kecelakaan kerja saat ditemua di rumahnya, Dusun Pangsor, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Rabu (14/9).-(Foto: Erwin Mintara D. Yasa/Jabar Ekspres)-
Meski begitu, Yayat menolak Surat Pernyataan yang diberikan perusahaan. Ia menganggap ada beberapa poin yang merugikan dirinya. Meskipun diberikan uang Rp20 juta. Untuk cuti lima bulan Rp10 juta, pengobatan bulanan Rp10 juta.
Dengan syarat, penerimaan uang kerohiman itu sebagai bentuk penyelesaian masalah supaya Yayat selaku korban kecelakaan tidak melakukan tuntutan hukum apa pun. Baik sekarang maupun akan datang.
"Saya kan tidak tahu sehatnya kapan. Apakah cukup Rp10 juta itu, saya tidak tahu. Selain itu, bagaimana jika dirinya cuti kerja lebih dari lima bulan," ucap Yayat kepada Jabar Ekspres, Rabu, 14 September 2022.
Yayat menjelaskan, penolakannya itu terhadap Surat Pernyataan itu bukan berarti tidak menerima. Ia hanya ingin memastikan uang kerohiman itu cukup sampai dia sembuh total. Kendati demikian, dia mencoba untuk melakukam mediasi secara kekeluargaan.
Dia mengaku, mediasi itu sudah berlangsung tujuh kali pertemuan atau tiga bulan. Namun, kata dia, tidak menghasilkan titik terang. Bahkan, saat keluarga meminta uang pengobatan bulanan pihak perusahaan berbelit alasan. Sampai tidak diperbolehkan masuk.
"Sebetulnya capek sudah bulak-balik meminta pertanggungjawaban perusahaan. Mediasi pun tidak menghasilkan titik terangnya," kata dia.
Karena tidak ada jawaban dari perusahaan, dia mencoba berkonsultasi dengan Serikat Pekerja SPSI PT. Katahatex. Berdasarkan hasil konsultasinya, dia disarankan untuk menuntut perusahaan dengan Rp150 juta. Lantaran saat dia bekerja tidak dibuatkan BPJS.
Setelah itu, dia berniat mendatangi perusahaan itu untuk terakhir kalinya. Memastikan apakah bakal memberikan uang pengobatan atau tidak. Jika tidak, dia akan menuntut perusahaan ke pihak yang berwenang.
Baginya, tindakan perusahaan tidak mengenakan. Bukan untuk menyelesikan masalah tetapi kembali menantang untuk membawa permasalahan ke jalur hukum.
"Perusahaan menantang dirinya. Silakan jika bapak mau melaporkan ke pihak yang berwenang. Mau dibawa ke meja hijau juga silakan," kata dia sembari mempertikan ucapan dari perusahaan.
Karena dia tidak mau salah jalan, akhirnya berdiskusi dengan keluarga dan beberapa orang yang dianggap paham terhadap permasalahan itu. Salah satunya disarankan untuk mengadu ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bandung.
"Dengan adik saya langsung berangkat ke Soreang, Disnaker Kab. Bandung. Namun dari sana dia langsung diarahkan ke UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah IV Bandung," ucapnya.
Setalah ke UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan, dia mengaku laporannya telah diterima, namun harus tertulis. Kendati demikian, dirinya berencana pulang kembali dan membuat laporan secara tertulis.
"Seminggu setelah itu saya kembali ke UPTD, dan laporan pun diterima. Setelahnya akan di media bersama perusahaan dan dirinya," cetus dia.
Tak kunjung lama, dua minggu kemudian, sambung dia, Yayat mendapatkan surat dari UPTD untuk menghadap bersama pihak perusahaan. Yayat pun menyanggupinya. Pasalnya ingin segera menemukan titik terang.
Sumber: Jabar Ekspres