Realisasi APBD Baik, SILPA Naik
CAPAIAN CIAMIK: Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan nota pengantar laporan pertanggungjawaban (LPJ) Realisasi APBD Tahun Anggaran 2021 dihadapan 62 anggota DPRD Jabar saat rapat Paripurna Jum'at (26/6) kemarin.--
Hematnya, perbandingan itu jauh sekali. Jika 20 persen pekerjaan kontruksi yang sediakan Rp3 triliun, maka udah ketahuan Rp600 miliar.
"Itu yang berkontribusi cukup besar menurut saya pada soal jamping penawan. Cuman susahnya adalah karena keputusan dari pusat. Aturan regulasinya seperti itu," cetusnya.
"Penawar terendah relative dimenangkan. Meski pun tidak selalu diperhatikan penawaran terendah menang. Sebab, kalau kelengkapan administrasi tidak klop, ya tidak bisa juga jadi pemenang," tambahnya.
Sebagai penutup wawancara, penulis melontarkan pertanyaan terakhir. Soal SILPA lebih baik kecil atau besar. Dirinya menjawab tidak bisa diukur seperti itu. Tentunya banyak faktor. Maka apa yang membuatnya besar atau kecil.
Daddy menjelaskan, dalam perumusan APBD tentu ada proyeksi. Pendapatan salah satunya. Contoh, diproyeksikan pendapatan Rp20 miliar. Tapi sampai Rp21 miliar. Maka surplus terjadi.
Tapi, lanjut dia, bisa juga tidak tercapai. Misalnya dari Rp20 miliar hanya Rp19 miliar. Maka ketika menerapkan APBD proyeksinya berdasarkan pengalaman tahun lalu dan tren yang kelihatan.
"Jadi sangat bisa naik turun pada saat ditetapkan APBD. Data kendaraan baru itu jumlahnya relative stak. orang membeli baru sedikit. Padahal andalan kita PKB. Nah kalau itu kemudian terjadi pluktiasi, tentu menentukan PAD nya. Surplus atau defisit," jelasnya.
Selain itu, ucap dia, SILPA kontibusinya selain surplus atau defisit selisih antara tender harga penawaran dan harga pagu dimasing-masing OPD. "Jadi SILPA itu bisa rendah bisa tinggi. Tapi kita berusaha sebisa mungkin tidak terlalu besar," paparnya.
Ditempat berbeda, pengamat ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi menilai manajemen fiskal Pemprov Jabar kurang baik. Sebab, besaran SILPA terbilang naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Ya berarti sinkronisasi antara perencanaan, penganggaran dan realisasinya tidak nyambung," kata Acuviarta.
Menurutnya, dana idle tak sebesar itu. Mengingat, Pemprov Jabar saat ini sangat banyak membutuhkan pembangunan insfrastruktur maupun modal belanja daerah.
Ia pun mengaku khawatir atas naiknya SILPA dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya Rp1.195 triliun. Kendati demikian, dirinya merekomendasikan untuk meningkatkan belanja modal.
"Sangat mengkhawatirkan. Itu menunjukan alur perencanaan dan realisasinya kurang konsisten. Sehingga dana idle nya naik," cetusnya.
Saat ditanya realisasi pendapatan daerah naik. Bahkan melebihi target. Ia menyebutkan bahwa perencanaan 2021 dibuat rendah dari tahun 2020.
"Saya kira bukan masalah tercapai atau tidak. Tapi bagaimana kinerja dari pendapatan itu menjunjukan potensi yang lebih besar. Pajak Air Permukaan salah satunya," tandasnya. (win)
Sumber: