Modernisasi TNI membawa dampak signifikan pada dinamika keamanan di Asia Tenggara. Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina secara terbuka mengakui bahwa Indonesia sedang memperkuat posisi militernya.
Di satu sisi, hal ini menciptakan rasa aman karena Indonesia dianggap mampu menjaga stabilitas kawasan. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kekuatan militer Indonesia dapat menjadi ancaman jika tidak dikelola secara bijaksana.
Kekhawatiran ini muncul mengingat sejarah pada era 1960-an, ketika Indonesia menunjukkan agresi militer terhadap negara tetangga, seperti dalam konflik dengan Malaysia selama Konfrontasi tahun 1963–1966.
Namun, arah modernisasi TNI saat ini bukan untuk mengulangi pola tersebut, melainkan untuk menghadapi tantangan keamanan yang lebih kompleks di tingkat regional maupun global. Salah satu fokus utama modernisasi ini adalah konflik di Laut Cina Selatan, wilayah yang diperebutkan oleh berbagai negara seperti Cina, Vietnam, dan Filipina.
Sebagai negara yang berbatasan langsung dengan wilayah tersebut, Indonesia berkomitmen mempertahankan kedaulatan zona ekonomi eksklusifnya di sekitar Kepulauan Natuna. Langkah-langkah modernisasi ini tak hanya diarahkan untuk menghadapi ancaman eksternal, tetapi juga untuk memperkuat kemandirian militer Indonesia.
5. Kemandirian Militer
Indonesia berupaya mengurangi ketergantungan pada impor alutsista dengan mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Beberapa capaian penting dalam hal ini meliputi:
- Produksi lokal kendaraan tempur,
- Pembuatan kapal perang,
- Pengembangan drone pengintai.
Pemerintah juga mendukung pengembangan teknologi canggih, termasuk sistem pertahanan siber dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).
Meski demikian, langkah menuju kemandirian ini menghadapi berbagai tantangan, seperti:
- Korupsi dalam pengadaan alutsista,
- Keterbatasan anggaran,
- Resistensi dari pelaku industri asing.
Namun, Indonesia terus menunjukkan komitmen untuk mengatasi hambatan tersebut demi memiliki militer yang kuat, modern, dan mandiri.
6. Faktor Sejarah Bangsa
Kekuatan militer Indonesia tidak muncul begitu saja, melainkan tumbuh dari perjalanan panjang sejarah bangsa yang penuh perjuangan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) awalnya lahir bukan sebagai militer modern, tetapi dari perjuangan rakyat biasa yang mengangkat senjata melawan penjajahan.
Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, rakyat Indonesia membentuk kelompok-kelompok perjuangan yang dikenal sebagai Laskar.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia membuat para pemimpin menyadari pentingnya memiliki tentara resmi. Akhirnya, pada 5 Oktober 1945, dibentuklah Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kemudian menjadi cikal bakal TNI.
Pada masa itu, TKR menghadapi tantangan besar: tidak memiliki senjata modern atau pelatih militer yang memadai. Namun, semangat juang mereka yang tinggi menjadi kekuatan utama. Mereka menggunakan taktik gerilya untuk melawan tentara Belanda yang jauh lebih kuat dan lengkap. Hasilnya, Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaan setelah melewati masa revolusi.
BACA JUGA:Korut dan Rusia Sepakat untuk Segera Memberikan Bantuan Militer jika Diserang
BACA JUGA:AS Sebut Lima Unit Militer Israel Ditemukan Lakukan Pelanggaran HAM
Seiring waktu, TKR berubah nama menjadi TNI. Tugasnya pun berkembang, tidak hanya melawan penjajah, tetapi juga menjaga keamanan dalam negeri. Salah satu operasi besar yang menunjukkan kekuatan TNI adalah Operasi Trikora (1961–1963).