RADAR JABAR - Presiden baru Sri Lanka, Anura Kumara Dissanayake, menyatakan bahwa pemerintahannya akan mengambil langkah-langkah alternatif guna meringankan beban rakyat.
Politisi berhaluan Marxis ini mengungkapkan rencana pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dalam pertemuannya dengan Dana Moneter Internasional (IMF) di Kolombo, sebagaimana dilaporkan oleh News Wire pada Kamis (3/10).
Pemerintah Sri Lanka juga menyatakan bahwa IMF siap berdiskusi mengenai usulan tersebut. Meski tetap mendukung program-program IMF, Dissanayake menekankan perlunya mencapai tujuan melalui pendekatan yang lebih ringan bagi masyarakat.
Ia juga menyatakan rencana untuk meningkatkan belanja sosial serta memberikan keringanan kepada mereka yang terbebani oleh tingginya PPN dan PPh.
BACA JUGA:AS-Israel Bahas Rencana Serangan ke Fasilitas Perminyakan Iran
BACA JUGA:Rusia dan China Perkuat Kerja Sama Militer dan Ekonomi dengan Transparansi
IMF telah menyetujui pemberian bantuan tambahan sebesar 2,9 miliar dolar AS (sekitar Rp44,62 triliun) kepada Sri Lanka, yang mengalami krisis finansial setelah gagal membayar utang pada tahun 2022.
Saat ini, Sri Lanka memiliki kewajiban utang luar negeri sebesar 46 miliar dolar AS (sekitar Rp712,1 triliun) dan belum mampu membayar cicilan sejak tahun tersebut.
Dalam pidato pelantikannya, Dissanayake menyebut bahwa pemerintahannya tengah bernegosiasi dengan kreditor untuk mempercepat pencairan pinjaman dan memperoleh keringanan utang.
Para analis memperkirakan bahwa melanjutkan program IMF sekaligus meringankan beban rakyat akan menjadi tantangan besar bagi presiden baru ini.