Meskipun ada banyak faktor lain yang mempengaruhi ekonomi di Afrika, seperti ketidakstabilan politik dan eksploitasi sumber daya alam, tren hubungan antara kedekatan dengan Khatulistiwa atau suhu tahunan yang tinggi dengan PDB yang lebih rendah tampaknya juga terbukti dalam riset data ini.
Hubungan Iklim dan Ekonomi Kota
Mari kita persempit lagi menjadi perbandingan dalam satu negara. Di Australia, ada Kota Darwin, ibu kota dari Northern Territory, yang memiliki jumlah sumber daya alam yang besar dan akses yang lebih dekat ke mitra perdagangan utama seperti Cina, Indonesia, dan India.
Dengan segala kelebihannya, mungkin kalian mengira bahwa Kota Darwin adalah salah satu kota yang kaya di Australia. Namun, ternyata sebaliknya. Darwin adalah ibu kota yang paling miskin di Australia.
Sesuai dengan riset hubungan antara suhu dan penghasilan, Darwin adalah kota yang paling panas dengan suhu rata-rata 28,2 derajat Celcius. Di sisi lain, kota-kota seperti Melbourne dan Sydney, meskipun lebih jauh dari jalur pelayaran dan kurang memiliki sumber daya alam seperti Darwin, adalah dua kota terkaya di Australia.
Iklim Melbourne dan Sydney jauh lebih rendah dengan suhu tahunan sekitar 15,6 derajat Celcius. Pada tahun 2022, Melbourne memiliki PDB sebesar 215 miliar Dolar Australia dan Sydney memiliki PDB sebesar 141 miliar Dolar Australia, sedangkan Darwin hanya memiliki PDB sekitar 9,8 miliar Dolar Australia. Jadi, bahkan dalam satu negara, kedekatan dengan daerah tropis dapat mempengaruhi ekonomi.
Perbedaan Pola Pikir Penduduk Daerah Bersuhu Dingin dan Hangat Berpengaruh Pada Keadaan Ekonomi
Ada beberapa alasan mengapa suhu yang lebih hangat berhubungan dengan penurunan ekonomi suatu negara. Fenomena ini mulai terbentuk sejak zaman dahulu. Berbeda dengan sekarang, dahulu beberapa ekonomi dan kekaisaran terkuat dan makmur di dunia justru berkembang di daerah tropis atau di daerah di mana suhu rata-ratanya lebih panas.
Pada masa itu, agar peradaban bisa tumbuh besar, menang dalam perang, dan memperluas pengaruhnya, memiliki populasi yang besar sangatlah penting. Untuk menjaga populasi tersebut, harus ada stok makanan yang melimpah.
Ribuan hingga ratusan tahun yang lalu, pertanian adalah industri utama dalam setiap kekaisaran atau kerajaan, dan cuaca hangat memberikan keuntungan besar bagi mata pencarian tersebut. Jika cuacanya hangat sepanjang tahun, tanaman bisa ditanam tanpa henti.
Meskipun kebiasaan ini kadang-kadang menyebabkan tanah menjadi tidak subur dan terkadang menyebabkan kelaparan, populasi pada masa itu jauh lebih kecil daripada sekarang, sehingga mereka bisa membuat lahan baru dan hasil tanaman bisa pulih. Hal ini menjadikan iklim hangat mendukung populasi yang lebih besar daripada iklim dingin di masa lalu.
BACA JUGA:10 Daftar Negara Terkorup di Dunia Pada 2024, indonesia Peringkat Berapa?
Iklim hangat di tempat seperti Mesopotamia, Mesir, Amerika Tengah, dan India menjadi asal-usul beberapa kekaisaran terbesar di dunia. Namun, sekarang daerah hangat cenderung lebih miskin dibandingkan dengan negara-negara yang iklimnya lebih dingin.
Hal ini berkaitan dengan kebiasaan penduduk daerah dengan iklim dingin pada zaman dahulu. Beberapa peneliti berpendapat bahwa iklim dingin mendorong penduduknya untuk berpikir cara bertahan hidup selama musim dingin yang sulit.
Mereka belajar cara menyimpan cadangan makanan dan belajar merencanakan masa depan dengan lebih baik. Penduduk di daerah beriklim hangat tidak menghadapi tantangan yang sama, sehingga mereka tidak perlu berusaha dengan cara yang sama.
Ketika industri mulai berkembang, pertanian menjadi lebih efisien dan hasil panen bisa didapat lebih cepat. Kekuatan sebuah negara tidak lagi hanya bergantung pada kemampuannya dalam bertani sepanjang tahun karena mereka bisa menyimpan makanan dengan lebih baik dan melakukan perdagangan lebih luas.
Memasuki era penjelajahan, revolusi ilmiah, dan era industri, cara ekonomi beroperasi berubah dan banyak struktur ekonomi yang kita kenal hari ini mulai terbentuk. Seiring perkembangan zaman, sumber ekonomi semakin bervariasi.
Saat ini, ekonomi tidak lagi hanya bergantung pada produksi makanan lokal karena mereka bisa mengimpor apapun yang mereka butuhkan selama memiliki uang untuk membayarnya. Sebaliknya, ekonomi sekarang bergantung pada teknologi, industri, dan inovasi. Di sinilah ketimpangan antara negara-negara di daerah dingin dan daerah hangat dimulai.