RADAR JABAR - Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan bahwa pemerintahannya akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan terhadap Amerika Serikat setelah Gedung Putih menggunakan hak veto terhadap permohonan keanggotaan penuh negaranya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan ini.
“Otoritas Palestina akan meninjau kembali hubungan bilateral dengan Amerika Serikat untuk melindungi kepentingan rakyat kami, tujuan kami, serta hak-hak kami,” ujar Abbas kepada kantor berita Palestina WAFA pada Sabtu (20/4).
BACA JUGA:Tiongkok Nyatakan Veto AS di Dewan Keamanan PBB Telah Hancurkan Impian Rakyat Palestina
Presiden Abbas menggambarkan veto AS terhadap permintaan keanggotaan penuh Palestina di PBB sebagai "agresi terang-terangan terhadap hak, sejarah, negeri, dan kesucian rakyat Palestina", seperti yang dilaporkan oleh kantor berita Rusia, Sputnik, yang merujuk pada berita WAFA dari Tunis, ibu kota Tunisia.
Abbas menegaskan bahwa tindakan veto AS terhadap upaya Palestina untuk mendapatkan keanggotaan penuh di PBB, yang terjadi dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB pada Kamis, 18 April 2024, menantang keinginan masyarakat internasional.
BACA JUGA:PBB Sebut 2,3 Juta Orang di Kamerun Perlu Bantuan Kemanusiaan Mendesak
“Saat dunia menyetujui penerapan hukum internasional dan mendukung hak Palestina, Amerika terus mendukung pendudukan, dan menolak untuk memaksa Israel menghentikan perang genosidanya," ujar Presiden Abbas.
Sebaliknya, AS justru terus menyediakan senjata dan dana kepada Israel, yang digunakan untuk membunuh warga Palestina dan merusak rumah-rumah mereka, tambahnya.
BACA JUGA:Penyebab Banjir Besar di Dubai hingga Aktivitas Masyarakat Lumpuh
Telah dikonfirmasi bahwa Israel telah memulai serangan terhadap Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang kini telah mempengaruhi 34 juta jiwa. Tindakan Israel terhadap warga Palestina dikategorikan sebagai genosida atau upaya pemusnahan suatu kelompok.
Pemerintah Afrika Selatan telah mengambil sikap tegas dengan menuduh Israel melakukan dugaan genosida terhadap warga Palestina melalui permohonan yang diajukan di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda.*