BOGOR, RadarJabar - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kembali menghadirkan 11 orang sebagai saksi perkara dugaan suap auditor BPK RI Perwakilan Jawa Barat yang menyeret Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin pada sidang lanjutan, Senin, 15 Agustus 2022.
Adapun 11 saksi yang dihadirkan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung, Jawa Barat, tersebut diantaranya, Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi Yukie Meistisia Ananda Putri, Kasubbag Kepegawaian RSUD Ciawi Irman Gapur, Kepala Bagian Keuangan RSUD Cibinong Yuyuk Sukmawati, dan Kasubbag Anggaran RSUD Cibinong Saptoaji Eko Sambodo
Kemudian, Kabag Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor Achmad Wildan, Sekretaris Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Bogor Rieke Iskandar, Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong Mujiyono.
Serta Kabag Keuangan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Heri Heryana, Analis Kebijakan/Kasubkoor PDA Badan Pengadaan Barang Jasa (PBJ) Setda Kabupaten Bogor Unu Nuriman, Kabid Sarpras Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor Desirwan Kuslan dan Iji Hataji.
Diketahui, JPU KPK akan menghadirkan sedikitnya 40 orang saksi pada agenda sidang pembuktian. Saksi-saksi itu terdiri dari pegawai lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan pegawai BPK RI Perwakilan Jawa Barat hingga sejumlah pengusaha.
Dalam persidangan ke enam pada Rabu, 10 Agustus 2022 lalu, JPU KPK menghadirkan enam orang saksi dari pejabat dan pegawai pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor.
Salah satunya Kepala Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Gantara Lenggana, yang memberi kesaksian bahwa terdakwa Adam Maulana (Sekretaris Dinas PUPR) nampak dalam tekanan saat mengintruksikan sejumlah anak buahnya untuk mengumpulkan uang bagi oknum auditor BPK RI Perwakilan Jawa Barat.
“Beliau mengumpulkan kami, seperti ada beban yang dipikul. Saat itu beban permintaan uang besar dari BPK, kita berembuk,” katanya di muka persidangan, Rabu (10/8).
Dia mengaku, terpaksa ikut memberikan iuran dengan uang pribadi sebanyak tiga kali. Dengan nominal masing-masing senilai Rp4 juta.
"Saya ingin membantu karena untuk kebersamaan. Ini diberikan untuk BPK. Yang jelas permintaan dari BPK. Itu Dinas PUPR iuran,” sebut Gantara.
Namun, hal itu tidak diketahui oleh Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bogor Soebiantoro yang saat itu juga memberikan kesaksian.
Soebiantoro menegaskan bahwa adanya pemberian uang dari sejumlah pegawai PUPR ke auditor BPK, terjadi tanpa sepengetahuan atasan atau tidak pernah dilaporkan kepada dirinya.
“(Anak buah) tidak pernah melaporkan,” tegasnya dalam persidangan itu.
Menurutnya, seharusnya ketika ada permintaan uang dari BPK RI Perwakilan Jawa Barat, semestinya pegawai Dinas PUPR tidak perlu memenuhi permintaan tersebut.
"Sebab meskipun auditor BPK mendapati temuan pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai harga, hal itu tinggal diperbaiki dengan cara meminta pihak ketiga mengembalikan kelebihan pembayaran," imbuhnya. * (YUD)