Rugikan Negara, Jutaan Hektar Lahan Kelapa Sawit Ilegal Harus Ditertibkan

Jumat 31-01-2025,13:34 WIB
Reporter : Salma Sepina Nurdini
Editor : Salma Sepina Nurdini

Menurut Indah, Pemerintah harus  membaca dengan utuh laporan Badan Konservasi Dunia atau International Union for Conservation of Nature (IUCN) terkait studi kelapa sawit dan keanekaragaman hayati. 

Meski laporan itu menyebut sawit sebagai minyak yang amat efisien lahan daripada jenis minyak nabati lain, namun dampak perluasan sawit membawa 193 spesies pada daftar merah IUCN akibat deforestasi di hutan tropis.

Terkait hal itu, pengambil kebijakan diminta memakai laporan tersebut untuk mengevaluasi tata kelola sawit dan penegakan hukum atas kebun-kebun sawit ilegal yang memakai areal hutan serta mengancam keberadaan masyarakat lokal atau adat.

Akibat dari ekspansi perkebunan dan pabrik kelapa sawit itu, ada dua dampak yang dirasakan, yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak negatif langsung dari perkebunan kelapa sawit skala besar khususnya ekologi, ekonomi, sosial, budaya, konflik lahan dan sumber daya agraria, pencemaran lingkungan, pemanasan global, kerentanan pangan, pencemaran air, tanah dan udara.

Melihat situasi yang terjadi saat ini, Kemenko Perekonomian didorong harus mempertimbangkan keseluruhan rekomendasi IUCN secara serius dan segera menerapkannya. Itu terkait Uni Eropa dan pasar ekspor besar lain yang berencana tak menerima minyak sawit dari Indonesia.

BACA JUGA:Menko AHY Terlibat Koordinasi Ketat dengan Menteri ATR Terkait Pagar Laut Tangeran

BACA JUGA:Dahlan Iskan Berbagi Kiat Sukses, Sebut Bisnis Tanpa Sales Tak Akan Berkembang

Di dalam negeri, pemerintah kini gencar mempromosikan penggunaan bahan bakar nabati dari minyak sawit dalam bauran energi 20 persen hingga direncanakan 50 persen. Itu berisiko meningkatkan deforestasi hingga mencapai titik tinggi seperti tahun- tahun sebelumnya.

Dalam situs IUCN, 26 Juni 2018, yang ditulis Satuan Tugas Minyak Sawit (IUCN) sebagai tanggapan resolusi 2016 yang diadopsi pemerintah dan anggota nonpemerintah IUCN, merekomendasikan agar kebijakan pemerintah melindungi hutan di negara-negara penghasil minyak sawit serta minyak lain. Pemerintah diminta membatasi permintaan minyak sawit nonpangan.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Muhammad Teguh Surya mengakui, Indonesia punya kebijakan perbaikan tata kelola hutan, seperti moratorium penerbitan izin baru, moratorium sawit, dan restorasi gambut. 

Namun, penerapan kebijakan itu harus diperkuat karena meloloskan area hutan yang baik untuk ekspansi perkebunan sawit, seperti pelepasan hutan di Sulawesi Tengah baru-baru ini.* (ysp)

Kategori :