BACA JUGA: 5 Cara Melatih Kecerdasan Anak dengan Kemampuan Berpikir Kritis
BACA JUGA:Kenali 7 Penyebab Anak Menjadi Pendiam, Orang Tua Wajib Tahu!
Ketika memiliki banyak anak tetapi mereka harus menghadapi kesulitan finansial, yang dirugikan adalah anak-anak itu sendiri. Mereka mungkin kehilangan banyak kesempatan karena keterbatasan kemampuan finansial orang tua mereka.
Berdasarkan artikel dari Universitas Airlangga, tambahan jumlah penduduk sangat berkaitan dengan tingkat fertilitas atau kelahiran. Tingginya fertilitas ini dapat menimbulkan berbagai masalah jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa BKKBN dalam programnya berusaha menekan angka fertilitas, meskipun upaya ini terkendala karena banyak masyarakat yang masih memegang prinsip "banyak anak banyak rezeki."
Prinsip tersebut mungkin relevan pada kondisi tertentu, seperti di masyarakat agraris yang bergantung pada sumber daya alam. Dalam pekerjaan seperti bertani, berkebun, atau beternak, tenaga kerja tambahan dari anak-anak dapat meningkatkan produktivitas.
Namun, dalam masyarakat modern, logika ini tidak lagi relevan. Di era saat ini, kualitas lebih penting daripada kuantitas. Pada pekerjaan tradisional yang membutuhkan banyak tenaga kerja, memiliki banyak anak memang menguntungkan. Namun, dalam konteks pekerjaan modern, kualitas individu jauh lebih utama daripada jumlah tenaga kerja.
Sayangnya, banyak orang menggunakan frasa "banyak anak, banyak rezeki" sebagai alasan untuk menjadikan anak sebagai aset investasi di masa depan. Padahal kenyataannya, memiliki banyak anak justru berarti banyak rezeki yang harus dicari. Tidak dapat disangkal, rezeki datang dari usaha dan kerja keras kita, bukan dari jumlah anak yang kita miliki. Prinsip ini seharusnya dipahami secara bijak agar tidak merugikan generasi mendatang.
BACA JUGA:5 Fakta Morinaga Chil Kid: Solusi Tepat untuk Tambah Berat Badan Anak?
BACA JUGA:9 Ikan yang Bagus untuk Meningkatkan Kecerdasan Otak Anak dengan Pilihan yang Sehat dan Lezat
Kami percaya bahwa setiap anak dilahirkan dengan rezekinya masing-masing. Namun, pepatah "banyak anak banyak rezeki" sering kali disalahartikan, seolah memaksa hadirnya rezeki lebih dengan menjadikan anak sebagai "tumbal" atau beban tanggung jawab finansial bagi orang tuanya. Padahal, cara paling realistis untuk mencari rezeki adalah dengan bekerja keras dan beribadah.
Seorang anak yang dididik dengan benar akan memahami kewajibannya untuk membantu orang tua ketika sudah dewasa. Jadi, tidak perlu memaksakan memiliki banyak anak tanpa mempertimbangkan kemampuan kita. Kami tidak bermaksud melarang siapa pun untuk memiliki anak sebanyak yang diinginkan, tetapi hendaknya jangan menggunakan ajaran agama sebagai pembenaran atas keputusan yang kurang bijak.
Prinsip "banyak anak banyak rezeki" sebenarnya bisa relevan, tetapi dengan syarat dan ketentuan tertentu. Frasa ini tidak bisa diartikan secara harfiah tanpa menyesuaikannya dengan keadaan kita.
Jangan jadikan ajaran agama atau kepercayaan sebagai tameng untuk menghindari tanggung jawab atas keputusan yang diambil. Tuhan memberikan kita akal supaya kita dapat memahami posisi kita dan menentukan langkah terbaik yang harus dilakukan.
Memiliki anak, berapa pun jumlahnya, bukanlah masalah selama kita mampu menjamin hak-hak mereka di masa depan. Kewajiban orang tua tidak hanya sebatas memberi makan, tetapi juga mencakup pendidikan, kesehatan, perlindungan, dan banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi.