RADAR JABAR - Pemerintah mengungkapkan bahwa proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang mencakup substansi utama dan lampirannya, telah mencapai sekitar 95 persen dan kini berada pada tahap finalisasi.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa PP Nomor 5 Tahun 2021 merupakan salah satu peraturan turunan terbesar dari Undang-Undang Cipta Kerja, yang bertujuan untuk mereformasi seluruh sistem perizinan berusaha di Indonesia.
“Dari turunan Undang-Undang Cipta Kerja, PP Nomor 5 Tahun 2021 merupakan peraturan turunan yang paling besar cakupannya yang mana melalui peraturan tersebut Pemerintah ingin mereformasi semua perizinan berusaha,” ujarnya di Jakarta pada Sabtu (3/8).
BACA JUGA:Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila, Presiden Jokowi Pakai Pakaian Adat Melayu
Salah satu pencapaian dari PP Nomor 5 Tahun 2021 adalah penerbitan 9,5 juta Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem Online Single Submission (OSS). Susiwijono menambahkan, meskipun kemajuan telah signifikan, masih terdapat beberapa kebutuhan lain yang perlu ditangani. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong perbaikan dan melakukan tinjauan ulang, terutama terkait dengan perizinan dasar dan persyaratan awal.
“Jadi, sebenarnya sudah sangat bagus. Namun karena ada kebutuhan-kebutuhan yang lain, kita akan terus mendorong dan lakukan review kembali, khususnya yang terkait dengan masalah perizinan dasar dan persyaratan dasar. Tidak mudah melakukan reform terhadap perizinan dasar,” ungkapnya.
Revisi PP ini juga mencakup persyaratan dasar seperti persetujuan lingkungan yang akan lebih terperinci, guna memberikan kepastian bagi pelaku usaha terkait dampak kegiatan perusahaan terhadap lingkungan.
Sebagai bagian dari proses revisi, pemerintah telah menyelenggarakan Forum Konsultasi Publik untuk melibatkan masyarakat dalam pembentukan peraturan. Forum ini telah dilaksanakan di berbagai kota, termasuk Batam, serta mewakili wilayah Indonesia Timur dan Tengah.
Susiwijono juga memberikan update mengenai kondisi ekonomi terkini. Menurut berbagai indikator ekonomi makro, pemerintah optimis perekonomian Indonesia akan tetap tumbuh di atas 5 persen pada semester II-2024 dengan pengendalian inflasi yang efektif, yang menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam sedikit negara dengan ekonomi yang kuat.
“Kalau konteksnya investasi, saya kira realisasinya sangat bagus dan sampai hari ini di Kementerian/Lembaga masih selalu menerima kunjungan dari para calon investor. Kebetulan Kemenko Perekonomian juga bertanggung jawab terhadap Kawasan Ekonomi Khusus, Proyek Strategis Nasional, dan semua proyek-proyek strategis yang ada di bawah Kemenko Perekonomian sehingga tahu persis betapa para calon investor masih sangat mengejar untuk bisa investasi di Indonesia,” tambahnya.
Meskipun proses revisi telah mencapai 95 persen dan direncanakan akan diharmonisasi minggu depan untuk ditandatangani oleh Presiden, proses ini tetap dinamis, dan pemerintah sangat terbuka terhadap masukan masyarakat.
Susiwijono juga menyoroti bahwa pemerintah tengah melakukan upaya aksesi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang mengharuskan Indonesia untuk menyesuaikan standar OECD. Mengenai OECD, Susiwijono mengungkapkan bahwa mulai Juli 2024, Indonesia akan memulai tahap aksesi ke OECD, dan pemerintah telah meluncurkan reformasi jilid kedua.
BACA JUGA:Aktivitas Vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki Meningkat, Suplai Magma Masih Tinggi
Reformasi jilid kedua ini mencakup aspek praktis dan implementasi aturan, beriringan dengan perubahan PP turunan Undang-Undang Cipta Kerja.