RADAR JABAR - Saksi dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Arif Jatmiko, mengungkapkan bahwa tidak ada buku panduan untuk menjalankan sistem data proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kemnaker.
Arif Jatmiko, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Kemnaker, mengatakan bahwa hanya ada daftar periksa (checklist) barang saat pengadaan sistem data proteksi tersebut.
BACA JUGA:Komnas Perempuan Buka Pendaftaran Calon Komisioner Periode 2025-2030
"Kami hanya membantu apakah barang itu sudah sesuai dengan yang ada di checklist itu, baik mereknya, jumlahnya, maupun spesifikasinya dan sesuai dengan daftar yang diberikan kepada saya," ujar Arif dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (16/7).
Dia juga mengaku hanya memeriksa perangkat keras (hardware) sistem data proteksi TKI seperti komputer dan server, sementara perangkat lunak (software) diperiksa oleh rekan kerjanya dalam satu tim.
Saat memeriksa perangkat, dia awalnya menyalakan komputer untuk melihat ukuran dan merek harddisk maupun memori yang ada.
BACA JUGA:Layanan Kesehatan Haji Indonesia Raih Apresiasi Dari Kerajaan Saudi Arabia
Dalam pemeriksaan perangkat sistem data proteksi TKI, Arif ditunjuk dalam sebuah rapat pada pertengahan Desember 2012 untuk membantu panitia penerima barang dalam memeriksa kesesuaian jumlah dan spesifikasi barang.
Setelah pertemuan tersebut, dia langsung memeriksa kesesuaian pengadaan perangkat sistem data proteksi TKI.
"Setelah diberi perintah, saya laksanakan, kemudian saya diberi checklist tersebut," ungkapnya.
Arif bersaksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemnaker pada tahun 2012, yang melibatkan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) 2011—2015, Reyna Usman, sebagai terdakwa.
BACA JUGA:Presiden Jokowi: Belum Ada Rapat Soal Pembatasan BBM Bersubsidi
Reyna didakwa merugikan negara sebesar Rp17,68 miliar dalam kasus tersebut bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan Sistem Proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Tahun 2012, I Nyoman Darmanta, serta Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM), Karunia, yang juga menjadi terdakwa.
Ketiganya diduga memperkaya orang lain atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya Karunia sebesar angka kerugian negara tersebut.