BANDUNG - Kasus penyebaran gagal ginjal akut di provinsi Jawa barat (Jabar) menunjukkan angka yang cukup tinggi. Bahkan berdasarkan data yang diterima dari Dinas kesehatan (Dinkes) Jabar per tanggal 30 Oktober 2022 kemarin, kasus gagal ginjal akut telah menyentuh angka 52 kasus dengan kematian mencapai 21 orang.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum menjelaskan, bahwa wilayah ini memiliki jumlah masyarakat yang cukup besar yakni sekitar 50 juta jiwa.
Maka dengan adanya sebaran kasus tersebut, Uu menyebut akan berdampak negatif dengan munculnya peningkatan yang cukup besar.
"Tapi sebenarnya kendala untuk mengantisipasi semacam itu (sebaran kasus) tidak ada. Tapi hanya proses waktu saja dalam mengantisipasi seperti diantaranya penarikan obat-obatan (berbentuk cair atau sirup) yang sudah ada daftarnya untuk ditarik (peredarannya)," katanya di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (3/11).
Uu juga menjelaskan, dalam mengantisipasi peningkatan jumlah kasus tersebut, Pemprov Jabar akan terus melakukan upaya semaksimal mungkin.
"Jadi masyarakat jangan selalu masyarakat menyalahkan pemerintah. Tidak ada tindakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat. Adapun kejadian semacam ini (gagal ginjal akut progresif) mungkin ini ada dampaknya. Tapi ini insyaallah akan segera diantisipasi sehingga tidak berkepanjangan," ujarnya
Tak hanya itu, ia juga mengaku bahwa pemerintah khususnya Jabar saat ini telah menyiapkan dan mensiagakan seluruh fasilitas kesehatan (faskes) yang ada.
"Apalagi pak Gubernur (Ridwan Kamil) sekarang sedang menggenjot tentang pembangunan rumah sakit daerah diberikan bankeu (bantuan keuangan) ke para bupati walikota baik untuk bangunan fisik maupun untuk alkes (alat kesehatan) ataupun yang lainnya. Tetapi dengan adanya kondisi saat ini, itu mungkin efek dari banyaknya masyarakat di Jabar ini," ungkapnya
Sementara, ketika disinggung terkait dengan pengontrolan peredaran obat-obatan berbentuk cair atau sirup yang diduga menjadi penyebab utama kasus Gagal ginjal akut progresif, Uu menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan pengawasan.
"Memang pemerintah sudah mengadakan kontrol. Tetapi, karena pemerintah itu terbatas, sekalipun kami mempunyai kewenangan dan legalitas, tetapi lebih baik kita melakukan ini bersama-sama dengan masyarakat. Jadi oleh karena itu saya butuhkan partisipasi kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat dalam mengontrol hal semacam ini," ucapnya
Maka dengan dilakukannya hal tersebut, Uu berharap kepada para penjual Obat-obatan berbentuk cair atau sirup untuk tetap mentaati aturan yang ada yakni pemberhentian sementara penjualannya.
"Jadi kalau pemerintah sudah melarang, tolong dong jangan tetap dijual. Alasan rugi atau bagaimana, itu konsekuensi dari sebuah perusahaan atau daripada usaha. Karena pasti ada untung dan ruginya," pungkasnya
(San).