Malam kian larut di Gedung Pakuan, warga masih terus berduyun-duyun memadati lokasi jenazah Emmeril Kahn Mumtadz disemayamkan. Kerabat dan keluarga yang bertakziyah juga tampak berlalu lalang memberikan doa dan bersiap melakukan sholat Jenazah.
Di tengah hiruk pikuk yang terjadi di Gedung Pakuan malam itu, Ida Hamidah Akbariah dan Ayah Rukoyah terduduk senyap di halaman depan, sembari menggenggam sekuntum mawar putih.
Mereka adalah kerabat dan sanak saudara dari Athalia Praratya, istri Ridwan Kamil. Berangkat sejak pagi dari Tasikmalaya untuk menghadiri takziah. Saat disapa oleh Jabar Ekspres, Ida dan Ayah menuturkan dengan mata berkaca-kaca tentang kenangan kebaikan keluarga Ridwan Kamil.
“Melihat kepribadian keluarganya yang memang dirasakan oleh kita yang dari kampung, tidak memiliki jabatan. Tapi mereka selalu menjunjung tinggi keluarga, disambut begitu baik sekarang juga. Tidak disia-siakan, itu juga yang saya rasa menyentuh. Karena memang baik-baik sekali keluarganya,” papar Ida sambal sesekali sesenggukan menahan haru.
Saat memasuki Gedung Pakuan, melihat Keluarga Ridwan Kamil yang hendak melakukan shalat jenazah untuk Eril, Ayah mengaku tak kuasa menahan tangis. “Sangat terharu sekali, pas begitu masuk kedalam langsung gak kuat, menangis. Pas begitu melihat ibu masuk ke dalam saya memang merasakan (kesedihan Athalia), kalau bisa ingin dekat sekali, ingin berpelukan tapi memang tidak bisa,” tuturnya.
Ida dan Ayah mengenang kebaikan Keluarga Ridwan Kamil pada Mei lalu saat berkunjung ke Gedung Pakuan untuk menghadiri halal bihalal keluarga besar Athalia Praratya. Ida mengatakan sosok Kang Emil dan keluarga memiliki kepribadian yang hangat.
“Pemimpin yang menyayangi dan menghargai. Saya benar-benar merasa diakui, dijunjung, padahal kita dari kampung. Semuanya anak-anak gubernur sangat menghargai kalau kita berkunjung kesini. Menyambut kita, ngajak salaman, langsung membaur dengan kita,” kenangnya.
Ayah mengatakan, sifat hangat Athalia beserta anak, diturunkan dari didikan sang ayahanda, Ahmad Syarif Puradimadja. “Sifat itu diturunkan dari Aki Iip (sapaan Syarif di lingkungan keluarga), bahwa harus saling menghargai, jangan sampai memutuskan tali silaturahmi. Itu yang ditekankan Aki Iip. Itu yang memang melekat, walau kita sudah jauh (jaraknya),” tandas Ayah. (mg1)