Pertamina Bantah Terlibat Kasus Pengolosan LPG Bersubsidi di Bali

Mabes Polri mengungkap kasus pengoplosan LPG subsidi menjadi LPG nonsubsidi di Banjar Griya Kutri, Desa Singapadu Tengah, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, pada Selasa (11/3/2025). (ANTARA/HO-Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus)--
RADAR JABAR - Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa agen dan pangkalan resmi tidak terlibat dalam kasus pengoplosan LPG subsidi menjadi nonsubsidi di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar, Bali.
“Untuk LPG tabung gas tiga kilogram bersubsidi didapat dari warung atau pengecer,” kata Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus) Aji Anom Purwasakti dalam keterangan pers di Denpasar, Bali, Rabu.
Menurutnya, barang bukti berupa tabung LPG subsidi yang tidak berasal dari agen atau pangkalan resmi dibeli pelaku seharga Rp21 ribu per tabung di warung atau pengecer. Selama Ramadhan, untuk mencegah praktik kecurangan serupa, pihaknya meningkatkan pengawasan terhadap lembaga penyalur dengan bekerja sama dengan Polda Bali dan Pemerintah Provinsi Bali guna memastikan layanan selama Ramadhan dan Idul Fitri tetap kondusif.
Ia menambahkan bahwa pemantauan terhadap lembaga penyalur resmi akan dilakukan secara rutin dengan koordinasi intensif bersama pemangku kepentingan. Pihaknya juga mengapresiasi Bareskrim Mabes Polri atas keberhasilannya mengungkap sindikat pengoplosan LPG subsidi tiga kilogram menjadi LPG nonsubsidi ukuran 12 kilogram dan 50 kilogram di Gianyar dan Denpasar.
BACA JUGA:Kejagung Duga Pertamax Oplosan Beredar Sejak 2018, Pertamina Bantah Mengoplos
BACA JUGA:Penguatan Asta Cita Melalui MoU dengan Pertamina, Menteri Nusron: Wajib Support, Jangan Menghambat
Polisi telah menetapkan empat tersangka, yakni GB, BK, MS, dan KS, yang diumumkan kepada publik melalui media pada Selasa (11/3). Mereka menjalankan praktik pengoplosan di sebuah gudang di Banjar Griya Kutri, Desa Singapadu Tengah, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, selama sekitar empat bulan terakhir. Selain keempat tersangka, polisi juga memeriksa empat orang lainnya yang masih berstatus saksi, yaitu AB, KAW, GD, dan GS.
Di Kota Denpasar, polisi juga tengah menyelidiki empat orang lainnya, yakni IMSA, IMP, SDS, dan AAGA, yang berlokasi di Jalan Ulam Kencana Nomor 16, Pesanggaran, Denpasar Selatan. Dalam kasus ini, aparat menyita 1.616 tabung gas berukuran tiga kilogram, 603 tabung gas berukuran 12 kilogram—baik yang berwarna biru maupun merah muda—serta 94 tabung gas berukuran 50 kilogram.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Nunung Syaifuddin, dalam konferensi pers di Gianyar pada Selasa (11/3), mengungkapkan bahwa penjualan gas oplosan ini menghasilkan sekitar Rp25 juta per hari. Dengan demikian, keuntungan ilegal yang diperoleh dari praktik tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp650 juta per bulan.
Salah satu tersangka, GB, berperan sebagai pemodal dalam pengoplosan gas subsidi. Ia bertanggung jawab membayar sewa tempat kepada pemilik berinisial IBS sebesar Rp8 juta per bulan, menggaji karyawan, membeli tabung gas tiga kilogram bersubsidi dari pengecer, mengawasi jalannya pengoplosan, serta mencari pembeli untuk tabung gas berukuran 12 kilogram dan 50 kilogram, termasuk di warung dan usaha binatu.
Tabung gas hasil pengoplosan tersebut dijual dengan harga Rp170 ribu untuk ukuran 12 kilogram dan Rp670 ribu untuk ukuran 50 kilogram.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah melalui Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Mereka terancam hukuman penjara maksimal enam tahun serta denda hingga Rp60 miliar.
Sumber: