JKN Hadir Sepanjang Waktu: Neneng dan Keluarga Rasakan Manfaat Saat Dibutuhkan

Senin 03-11-2025,09:10 WIB
Reporter : Fadillah Asriani
Editor : Fadillah Asriani

RADAR JABAR - Tidak ada satu pun orang yang ingin jatuh sakit, apalagi menghadapi penyakit berat. Bagi Novita (40), kenyataan tersebut harus dijalani ketika sang ibu, Neneng (68), divonis mengidap kanker serviks. Meski berat, ia bersyukur karena seluruh proses pengobatan ibunya hingga kini dapat ditanggung melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Novita bercerita, awalnya sang ibu mengalami pendarahan yang membuatnya harus segera mendapat pemeriksaan lanjutan. Hasil endoskopi menunjukkan adanya tumor di organ reproduksi. Setelah dilakukan biopsi, diketahui bahwa tumor tersebut merupakan kanker serviks. Dua hari lalu, Neneng baru saja menjalani kemoterapi pertama dan kini ia kembali melakukan kontrol untuk berkonsultasi terkait tindakan radiasi.

“Alhamdulillah semua prosesnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Mulai dari pemeriksaan, biopsi, sampai tindakan lanjutan seperti kemoterapi. Kalau lihat biaya yang seharusnya keluar, rasanya tidak terbayangkan. Tapi dengan JKN, semua jadi terasa ringan,” tutur Novita saat ditemui di rumah sakit.

Pengalaman mendampingi orang tua berobat bukan hal baru bagi Novita. Tahun lalu, ia juga menjadi pendamping sekaligus saksi perjuangan ayahnya yang harus menjalani operasi bedah otak dengan biaya besar. Semua tindakan medis tersebut pun sepenuhnya ditanggung oleh JKN.

“Bukan hanya ibu saya, tapi tahun lalu ayah saya juga sempat menjalani operasi bedah otak. Alhamdulillah semua ter-cover JKN. Jadi saya merasakan betul manfaatnya, bukan hanya untuk satu orang, tapi untuk keluarga kami,” ujarnya.

Neneng sendiri sudah menjadi peserta JKN sejak BPJS Kesehatan masih berdiri dengan nama Askes, lebih dari puluhan tahun yang lalu. Namun, ia baru benar-benar merasakan manfaat besar program ini dalam tiga tahun terakhir, ketika sakit mulai menuntut perawatan intensif. Awalnya ia dan keluarga terdaftar sebagai peserta mandiri kelas 2, namun karena kondisi ekonomi, mereka memutuskan untuk turun ke kelas 3.

“Dari segi layanan sama saja, tidak ada bedanya. Hanya ruangan rawat inapnya yang berbeda. Tapi alhamdulillah semuanya sangat membantu,” ungkap Neneng.

Bagi Novita, iuran JKN yang harus dibayar setiap bulan tidak sebanding dengan manfaat besar yang diterima. Ia menilai, dengan iuran Rp35.000,- per orang per bulan, keluarganya bisa mendapatkan akses pengobatan maksimal yang nilainya jauh lebih besar.

“Kalau melihat biaya sebenarnya, rasanya bisa ratusan juta. Tapi dengan hanya membayar Rp35.000,- sebulan itu semua sudah cukup, tidak terasa membebani ketika harus berobat dan semua ter-cover. Kami sungguh sangat terbantu,” kata Novita.

Ia juga menyadari betul bahwa sistem yang berjalan di Program JKN adalah gotong royong, di mana yang sehat membantu yang sakit dan yang mampu membantu yang kurang mampu. Menurutnya, hal tersebut merupakan bentuk solidaritas nyata yang harus dijaga bersama.

“Soal pelayanan, menurut saya sejauh ini tidak pernah dibedakan. Semua pasien dilayani sama, hanya saja memang harus antre. Kami maklum, karena pasien BPJS Kesehatan itu banyak sekali. Lagipula ini bukan taman hiburan yang ada fast track, semua orang ingin cepat sembuh, jadi wajar kalau harus sabar. Malah ini membuktikan banyaknya masyarakat yang terbantu oleh BPJS Kesehatan,” tambahnya.

Sebagai penutup, Novita menitipkan harapan besar untuk keberlangsungan Program JKN. Ia berharap masyarakat semakin paham tentang manfaat JKN dan tidak mudah terprovokasi dengan isu negatif yang sering beredar.

“Mudah-mudahan BPJS Kesehatan langgeng. Jangan sampai ada yang bilang bubarin BPJS Kesehatan, saya menolak itu. Selama ini kami sudah berobat kedua rumah sakit di Kota Bandung dan tidak pernah merasa kesulitan pakai BPJS Kesehatan. Semua pelayanannya bagus asal tahu alurnya. Kalau sudah tahu, semuanya jadi mudah,” tutup Novita.  (MI/rs)

Kategori :