Pejabat Eselon IIb di Sumedang Diduga Terlibat Penipuan dalam Program BPNT, Korban Alami Kerugian Rp61

Senin 10-03-2025,15:50 WIB
Reporter : Yanuar Baswata
Editor : Salma Sepina Nurdini

RADAR JABAR - Diduga terjadi praktik penipuan dalam program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dengan total kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Kasus ini diduga melibatkan seorang pejabat kedinasan di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Menurut penasihat hukum korban, Anton Widianto, kasus ini bermula pada 4 April 2023, ketika kliennya, H. Yamin, ditawari kerja sama dalam program BPNT.

"Penawaran dengan iming-iming keuntungan besar, tawarannya menarik minat klien saya, sehingga akhirnya setuju untuk berinvestasi," katanya kepada Jabar Ekspres, Selasa (4/3). 

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Jabar Ekspres, seorang pejabat yang diduga terlibat dalam praktik penipuan melalui program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) berinisial AM. Pejabat tersebut memiliki jabatan Eselon IIb di salah satu instansi pemerintahan Kabupaten Sumedang.

Korban dalam kasus ini adalah seorang pengusaha bernama H. Yamin. Awalnya, PT Al Yamin yang dimilikinya dijanjikan oleh AM sebagai penyedia barang atau paket sembako dalam program BPNT. Selain itu, korban lainnya adalah Anita Nurlaelasar, yang awalnya direncanakan untuk berperan sebagai pelaksana program.

BACA JUGA:Pemkab Bogor Rencanakan Kolaborasi Bersama IPB untuk Pengendalian Inflansi

BACA JUGA:Polisi Ringkus 17 Remaja yang Terlibat Tawuran di Cirebon

Total kerugian yang dialami korban mencapai Rp610 juta. Uang tersebut sebelumnya telah disetorkan kepada AM dengan alasan biaya operasional serta berbagai kepentingan lain guna kelancaran program BPNT.

Menurut keterangan penasihat hukum korban, Anton Widianto, seiring berjalannya waktu, janji keuntungan yang dijanjikan AM tak kunjung terealisasi. Bahkan, setelah kliennya menyerahkan sejumlah uang, pejabat Eselon IIb Sumedang tersebut menjadi sulit dihubungi.

Dugaan sementara menunjukkan bahwa AM memanfaatkan posisinya sebagai pejabat publik untuk meyakinkan korban agar bersedia menginvestasikan dana besar dalam program BPNT.

"Awal uang disetorkan sebesar Rp150 juta berupa cek Bank Central Asia (BCA), berlanjut 10 April 2023, uang setor lagi berupa cek Rp130 juta dan transfer Rp100 juta. Kemudian beberapa nilai uang disetorkan termasuk di akhir-akhir hingga sisanya disetorkan dan jika ditotalkan jumlahnya Rp610 juta," jelasnya. 

"Namun, setelah dana disalurkan, proyek tidak berjalan dan yang bersangkutan (AM), tidak ada kejelasan sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya," sambungnya. 

Ia menjelaskan bahwa kliennya mulai merasa khawatir dengan kelanjutan kerja sama dalam program BPNT yang tak menunjukkan perkembangan, sehingga akhirnya berusaha mencari informasi untuk mendapatkan kejelasan.

"Ternyata klien saya baru tahu bahwa program BPNT tersebut sudah tidak berjalan atau sudah dihentikan oleh pemerintah pusat," ujarnya. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Jabar Ekspres, sejak Januari 2021, Kementerian Sosial tidak lagi menerapkan mekanisme penyaluran bantuan dalam bentuk barang melalui e-warong untuk program Kartu Sembako atau BPNT. Sebagai gantinya, bantuan kini disalurkan melalui transfer bank langsung ke rekening Keluarga Penerima Manfaat (KPM) melalui bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

 

Kebijakan ini diterapkan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non-Tunai.

Disebutkan pada Pasal 5 ayat (1), terkait mekanisme penyaluran dapat dilakukan dengan cara (d) penarikan uang dan pembelian barang atau jasa, menggunakan dana dari rekening Penerima Bantuan Sosial. 

Selain itu, Kementerian Sosial juga merujuk pada Surat Rekomendasi dari Komisi VIII DPR RI, yang dikeluarkan sebagai respons terhadap banyaknya penyimpangan dalam penyaluran barang dalam program BPNT.

 

Sebagai hasil kesepakatan antara pemerintah dan Komisi VIII, penyaluran bantuan sosial selanjutnya dilakukan dalam bentuk uang tunai melalui Bank Himbara, yang dapat dicairkan langsung oleh masing-masing Keluarga Penerima Manfaat (KPM) melalui ATM rekening mereka.

Anton menjelaskan bahwa setelah kliennya mengetahui bahwa program BPNT dalam bentuk barang telah dihentikan, korban sempat menagih pengembalian uang kepada AM.

Kategori :