Oleh: Diah Ejoh Barokah
RADAR JABAR - Generasi Z atau gen z adalah individu yang lahir antara tahun 1997 – 2012, tumbuh dalam era digital yang sangat terhubung, yang membawa tantangan tersendiri dalam hal kesehatan mental. Generasi Z, yang kini berada di bangku sekolah, menghadapi banyak tantangan dalam menjaga kesehatan mental mereka, terutama dalam lingkungan pendidikan. Meskipun banyak sekolah yang telah berupaya untuk menciptakan kebijakan dan lingkungan sekolah yang mendukung kesehatan mental siswa, tetapi masih ada banyak faktor yang menghambat upaya tersebut. Salah satunya adalah perasaan tidak puas dan ketidakadilan yang dirasakan oleh siswa. Ini sering kali muncul karena dinamika sosial dan interaksi antar teman. Di sisi lain, tidak semua orang sanggup menghadapi tekanan ini, sehingga pada akhirnya ada merasa “tumbang” secara emosional. Dan dalam situasi seperti ini, pertanyaan yang muncul adalah: apakah Gen Z benar-benar kuat, atau sebenarnya sedang sekarat secara mental tanpa disadari?
Di sekolah, banyak siswa Gen Z merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi akademis yang tinggi. Di satu sisi, mereka harus belajar keras untuk mendapatkan nilai bagus, tapi di sisi lain, mereka juga harus menghadapi masalah sosial, seperti perundungan, merasa diabaikan atau tidak dihargai, dan membandingkan diri dengan teman-temannya.
Walaupun mereka sudah berusaha sebaik mungkin dalam belajar dengan cara aktif di kelas, ikut kegiatan organisasi serta ekstrakurikuler, sering kali mereka merasa tidak dihargai atau bahkan tidak disukai. Perasaan ini bisa sangat mengganggu kesehatan mental mereka. Banyak dari mereka merasa tidak puas karena penilaian yang datang dari teman sebaya, atau bahkan dari diri mereka sendiri. Semua ini membuat mereka merasa cemas, depresi, dan merasa rendah diri.
Selain itu, stigma tentang kesehatan mental masih menjadi masalah besar di banyak sekolah. Banyak siswa merasa ragu untuk mencari bantuan atau berbicara tentang masalah yang mereka hadapi karena takut dihakimi atau malah disalahkan. Dan ya, akibatnya, mereka jadi semakin tertekan dan sulit untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Ini bisa membuat kondisi mental mereka semakin parah, yang pada akhirnya dapat meningkatnya kasus bunuh diri akibat masalah kesehatan mental yang tidak tertangani.
BACA JUGA:Dampak Negatif Self Diagnosis Gangguan Mental yang Perlu Kamu Ketahui
BACA JUGA:Pilhan 6 Aplikasi Kesehatan Mental di Android yang Bisa Diunduh Secara Gratis
Berdasarkan penelitian dalam sebuah jurnal, masalah kesehatan mental dan angka bunuh diri di Indonesia semakin meningkat, dengan stres, putus asa, cemas, dan gelisah berlebihan menjadi hal yang umum terjadi di masyarakat, terutama di kalangan Generasi Z. Kesadaran akan kesehatan mental di kalangan Gen Z masih tergolong rendah. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa Gen Z, khususnya kelompok usia 15-24 tahun, memiliki prevalensi tertinggi dalam masalah kesehatan jiwa dan keinginan untuk mengakhiri hidup jika dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Temuan ini mencerminkan kerentanan yang signifikan terhadap kesehatan mental di kalangan Gen Z, sehingga memerlukan perhatian khusus dalam upaya pencegahan dan penanganan yang lebih intensif.
Banyak orang mengalami berbagai gangguan mental, seperti depresi, kecemasan, stres, ketakutan, prasangka, dan tekanan pikiran. Masalah-masalah ini sering kali memicu perilaku agresif yang berlebihan, bahkan dapat berujung pada tindakan bunuh diri akibat tekanan hidup yang terus-menerus. Untuk menjaga kesehatan mental di tengah tantangan ini, beberapa strategi dapat diterapkan. Pertama, mencari teman atau kelompok yang bisa mendukung dan memahami kita itu penting banget. Ketika kita punya teman yang positif, kita bisa merasa lebih percaya diri dan tidak merasa sendirian. Teman yang baik bisa jadi tempat kita berbagi cerita dan saling mendukung, terutama saat kita menghadapi masalah.
Kedua, penting untuk belajar bagaimana cara mengelola stres. Kita bisa mencobanya dengan meditasi, berolahraga, atau melakukan hobi yang kita sukai. Kegiatan-kegiatan ini bisa membantu kita merasa lebih tenang dan mengurangi tekanan yang kita rasakan.
Ketiga, Jangan ragu untuk mencari bimbingan dari orang dewasa, seperti guru, atau orang tua. Mereka bisa memberikan perspektif yang berbeda. Terkadang, berbicara dengan orang yang lebih berpengalaman bisa membantu kita melihat masalah dari sudut pandang lain.
Keempat, satu hal yang juga penting adalah belajar untuk menerima diri sendiri. Kita harus ingat bahwa tidak semua orang akan menyukai kita, dan itu tidak apa-apa. Mengembangkan sikap positif terhadap diri sendiri bisa membantu kita merasa lebih baik dan lebih percaya diri. Dengan begitu, kita bisa lebih fokus pada hal-hal yang membuat kita bahagia.
Jadi, menjaga kesehatan mental itu sangat penting, terutama untuk kita yang masih di bangku sekolah. Kita sering menghadapi banyak tekanan, mulai dari tugas sekolah hingga hubungan dengan teman-teman. Tapi, ingatlah bahwa kita tidak sendirian! Mencari teman yang mendukung, belajar cara mengatasi stres, dan berbicara dengan orang dewasa yang bisa dipercaya adalah langkah-langkah yang bisa membantu kita merasa lebih baik.
Pada akhirnya, pilihan ada di tangan kita sendiri, bertahan dengan mental yang kuat atau perlahan merasa sekarat karena beban yang terus menerus tertumpuk. Dengan dukungan, dan kesadaran untuk terus bangkit, kita bisa menjaga kesehatan mental agar tetap berdiri tegak di tengah tantangan yang ada.
Penulis adalah siswa kelas 12 IPA 2 SMAN 1 Banjaran