Kenali 6 Bahaya Chat GPT Sebelum Kamu Kecanduan dengan Aplikasi AI Ini

Minggu 29-12-2024,17:43 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

- Menghapus riwayat chat secara berkala di aplikasi.

- Tidak login menggunakan akun dengan data sensitif. Gunakan akun anonim jika memungkinkan.

- Berhati-hati terhadap aplikasi tiruan dan selalu memastikan bahwa Anda menggunakan platform resmi.

Dengan langkah-langkah ini, risiko kerugian akibat kebocoran data dapat diminimalkan.

4. Kecanduan teknologi

Berdasarkan kasus-kasus yang telah dijelaskan sebelumnya, penting bagi kita untuk bijak dalam menggunakan kecerdasan buatan (AI) agar terhindar dari penipuan atau kesalahan. Selalu pastikan untuk memeriksa ulang setiap informasi yang diberikan, jangan langsung menerimanya mentah-mentah.

AI dirancang untuk merespons secara alami, sehingga terasa lebih dekat dan relevan bagi penggunanya, termasuk di Indonesia. Namun, hal ini tidak berarti kita harus bergantung sepenuhnya pada AI atau menyerahkan segala keputusan kepada teknologi ini.

Sebagai contoh, menggunakan AI untuk menjawab ujian bisa dikategorikan sebagai tindakan tidak jujur atau bahkan menyontek secara terang-terangan. Di era digital seperti sekarang, sulit untuk menyembunyikan tindakan semacam itu.

Contohnya, salah satu tweet dari akun Presiden Joko Widodo pernah memicu kontroversi di Twitter karena diduga menggunakan AI untuk memberikan ucapan selamat kepada Donald Trump. Meski kemungkinan besar dilakukan oleh tim staf beliau, analisis di Twitter menunjukkan bahwa tweet tersebut tidak organik.

Fenomena ini menggambarkan tren yang berkembang saat ini. Namun, kita perlu menegaskan bahwa ketergantungan pada AI hingga menyerahkan semua tugas kepadanya bukanlah hal yang sehat.

Ketergantungan semacam ini dapat membuat seseorang malas berpikir, kurang kreatif, dan tidak mampu berpikir kritis. Akibatnya, ketika dihadapkan pada situasi yang memerlukan analisis atau ide kreatif, mereka hanya akan kebingungan.

Tidak hanya pekerja yang menangani moderasi data AI yang rentan terhadap dampak negatif. Orang-orang yang terlalu sering menggunakan aplikasi seperti ChatGPT untuk berinteraksi juga berisiko mengalami penurunan kualitas hubungan sosial.

Contohnya, di Twitter sudah banyak yang menguji sejauh mana AI dapat diajak berbicara, bahkan hingga memperlakukan AI seperti pasangan. Hal ini mungkin terlihat sepele, tetapi dampaknya terhadap kesehatan mental bisa signifikan.

Ketika intensitas interaksi dengan manusia nyata berkurang, seseorang berisiko merasa kesepian. Interaksi yang berlebihan dengan AI dapat menggantikan komunikasi manusiawi yang penting untuk menjaga keseimbangan emosi dan kesehatan mental.

Saran kami adalah menggunakan AI secukupnya. Meski AI memiliki manfaat, pengaruh buruknya juga tidak bisa diabaikan. Pastikan untuk tetap mengutamakan interaksi langsung dengan manusia dan gunakan AI sebagai alat bantu, bukan pengganti. Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan teknologi ini tanpa mengorbankan kualitas hubungan sosial dan kesehatan mental kita.

5. Deep fake

Jika ChatGPT sampai digunakan untuk "pacaran," kira-kira apa lagi yang dapat dilakukan oleh aplikasi ini? Pada dasarnya, penggunaannya tetap berpusat pada komunikasi berbasis teks. Namun, yang membedakan adalah potensi penggunaannya sebagai alat deepfake. Dalam kasus ini, AI akan mempelajari gaya komunikasi seseorang, kemudian menirunya dengan sangat akurat untuk mengelabui targetnya.

Jika digunakan hanya untuk bercanda atau mengerjai teman, mungkin tidak masalah. Namun, bayangkan jika situasinya berbeda, dan yang melakukan adalah seorang penipu. Akun Instagram yang diretas bisa menjadi sasaran empuk. Penipu dapat berpura-pura meminjam uang dari teman-teman dekat pemilik akun, misalnya dengan meminta Rp100.000 secara mendesak.

Kategori :