Sinterklas Ternyata Berasal dari Daerah Muslim, Inilah Legenda yang Tercatat dalam Sejarah

Sabtu 21-12-2024,23:00 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

Penggambaran Sinterklas di era modern seringkali berupa sosok bertubuh gempal, berjanggut putih, dan berperawakan tua. Menurut Dr. Nathan Grills dari Universitas Melbourne, citra Sinterklas yang selalu digambarkan tambun menampilkan figur yang dianggap banyak minum dan kurang berolahraga. Sifat-sifat malas seperti ini, menurut Grills, tidak memberikan contoh yang baik bagi anak-anak.

BACA JUGA:7 Kemiripan Agama Islam dan Yahudi, Nomor Terakhir Paling Sensitif

BACA JUGA:Sejarah Ajaran Wahabi dan Konspirasi Campur Tangan Yahudi di Dalamnya

Anak-anak cenderung menyukai Sinterklas karena ia selalu digambarkan memberi hadiah Natal, meskipun hadiah tersebut sebenarnya berasal dari orang tua mereka. Dengan penampilan dan popularitasnya, Grills berpendapat bahwa Sinterklas kini sering dimanfaatkan sebagai alat pemasaran untuk berbagai produk, mulai dari makanan cepat saji hingga minuman keras.

Herbert Armstrong, seorang peneliti dan ilmuwan Kristen terkenal, dalam bukunya The Plain Truth About Christmas menjelaskan bahwa Sinterklas bukanlah tokoh yang berasal dari paganisme, tetapi juga bukan bagian dari ajaran Kristen. Armstrong mengungkapkan bahwa Sinterklas merupakan ciptaan seorang pastor bernama Santo Nicholas yang hidup pada abad ke-4 Masehi.

Santo Nicholas adalah seorang pastor di Myra, Turki, yang sangat dihormati oleh orang-orang Yunani dan Latin. Setiap tanggal 6 Desember, ia dikenang karena kebiasaannya memberikan hadiah secara diam-diam kepada tiga anak perempuan miskin. Tradisi pemberian hadiah ini kemudian digabungkan dengan perayaan Malam Natal, yang akhirnya menghubungkan Sinterklas dengan perayaan Natal.

Armstrong juga mengkritik tradisi modern yang melibatkan Sinterklas, terutama dalam hubungan antara orang tua dan anak-anak. Ia menyebut adanya ironi ketika orang tua menghukum anak-anak karena berbohong, tetapi saat Natal tiba, mereka justru membohongi anak-anak dengan cerita bahwa hadiah diberikan oleh Sinterklas.

Ketika anak-anak tumbuh dewasa dan mengetahui kebenaran, mereka mungkin menganggap bahwa Tuhan juga hanyalah mitos atau dongeng belaka. Menurut Armstrong, perasaan tertipu ini bisa menyebabkan banyak orang kehilangan kepercayaan terhadap ajaran agama.

Dalam penutup tulisannya, Armstrong menyimpulkan bahwa perayaan Natal adalah tradisi penyembahan berhala yang diwarisi dari Babilonia ribuan tahun yang lalu. Ia menganggap bahwa menghubungkan Sinterklas dengan Natal merupakan penyimpangan dari ajaran Kristen yang sebenarnya.

Kategori :