RADAR JABAR - Pernahkah Anda merasa hidup tidak bisa lepas dari media sosial? Bangun tidur, langsung memeriksa notifikasi, lalu mulai scrolling. Sebelum makan, harus membuka YouTube, bahkan sebelum tidur pun, tanpa sadar Anda scrolling hingga ketiduran. Parahnya, ada kalanya Anda terjaga semalaman karena terlalu asyik scrolling hingga sulit tidur.
Dampak negatifnya, meskipun Anda memiliki niat untuk melakukan sesuatu yang produktif, seperti belajar, tubuh Anda seolah menolak dan malah memilih berbaring seharian sambil terus scrolling. Apa sebenarnya yang terjadi di otak kita? Mengapa kita begitu terikat pada media sosial? Dan bagaimana cara mereset otak kita agar tidak kecanduan lagi?
Kami akan membahas cara-cara untuk mengendalikan tubuh dan waktu Anda, sehingga Anda dapat melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat dan meningkatkan kualitas hidup, daripada membuang waktu hanya untuk scrolling seharian.
Kami yakin ada di antara Anda yang sudah menggunakan Facebook sejak zaman warnet. Jika Anda mengingat kembali, Facebook atau media sosial lain di masa lalu memiliki cara yang berbeda dalam memengaruhi penggunanya dibandingkan media sosial saat ini.
Perbedaan ini mulai terlihat ketika TikTok muncul dengan revolusi fitur For You Page (FYP), berupa video pendek yang terus menerus muncul tanpa henti. FYP inilah yang menjadi cikal bakal transformasi besar dalam platform media sosial lainnya.
Kini, hampir semua media sosial mengadopsi sistem serupa dengan TikTok. Instagram hadir dengan Reels, YouTube dengan Shorts. Di masa lalu, media sosial membuat kita kecanduan melalui validasi sosial dan interaksi, seperti jumlah like atau komentar pada status dan unggahan kita, serta kemudahan berkomunikasi dengan orang lain.
BACA JUGA:Jangan Terlalu Lama Scrolling! Ini Rahasia Jahat Algoritma Tiktok Merusak Fokus Kita
BACA JUGA:Fenomena Pengemis Online di TikTok, Pahami 3 Bahayanya untuk SDM Negara
Namun, saat ini, dengan adanya fitur seperti FYP, fokus media sosial bergeser menjadi lebih dominan pada konsumsi konten daripada interaksi sosial.
Data terbaru dari Gustaz ID menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan lebih dari 3 jam per hari di media sosial, dan banyak yang bahkan lebih dari itu.
Uniknya, media sosial yang paling sering diakses adalah TikTok, yang seperti disebutkan sebelumnya, lebih menekankan pada konsumsi konten daripada bersosialisasi. Coba pikirkan, apakah Anda menghabiskan lebih banyak waktu untuk chatting di TikTok atau justru untuk scrolling?
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa kecanduan media sosial saat ini sebagian besar disebabkan oleh video pendek, bukan lagi interaksi sosial seperti zaman dulu. Kami akan membahas mengapa otak kita begitu candu terhadap konten-konten di media sosial, terutama video pendek, dengan penjelasan yang sederhana dan padat.
Media sosial modern sangat ahli dalam memicu pelepasan dopamin di otak kita. Bagi Anda yang sudah familiar, dopamin adalah zat kimia di otak yang membuat kita merasa termotivasi dan puas setelah melakukan sesuatu. Algoritma media sosial dirancang dengan sangat baik untuk memaksimalkan pelepasan dopamin ini, sehingga pengguna terus-menerus terstimulasi dan merasa sulit untuk berhenti.
Rahasia Algoritma Media Sosial
Inilah beberapa cara berbagai platform untuk membuat banyak pengguna merasa kecanduan dan berlama-lama mengakses platform merdia sosial tersebut.
1. Algoritma Akan Sesuai Minat
Cara pertama yang mereka lakukan adalah menciptakan sistem atau algoritma yang selalu relevan dengan minat kita. Mereka mengumpulkan data seperti video apa saja yang kita like atau jenis topik video yang kita tonton hingga selesai. Hal ini membuat kita terus-menerus merasa puas karena selalu disuguhkan konten yang sesuai dengan minat kita. Akibatnya, dopamin dalam otak kita terus dipicu, menciptakan rasa puas yang konstan.