JAKARTA – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) atau Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas tindak lanjut pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, yang berkaitan dengan pemulihan nama baik Dr. (H.C) Ir. Sukarno sebagai Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Acara tersebut berlangsung pada 19 November 2024 di Auditorium RRI, Jakarta, dan dibuka oleh Kepala BPIP, Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D.
Kegiatan ini diadakan sesuai dengan Surat Sekretaris Jenderal MPR RI Nomor: B-1558J/HK.00.00/B-VII/SetjenMPR/10/2024 tertanggal 14 Oktober 2024, yang memuat arahan terkait sosialisasi tindak lanjut pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintah negara dari Presiden Sukarno.
Surat tersebut pada intinya menegaskan bahwa secara yuridis tuduhan terhadap Presiden Soekarno yang dianggap memberikan kebijakan yang mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G-30-S/PKI pada tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi sesuai Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960-2022.
BACA JUGA:Berita Duka, Stafsus BPIP Benny Susetyo Meninggal Dunia
Kepala BPIP Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, MA, PhD, menyampaikan dalam sambutannya bahwa pada dasarnya kegiatan ini merupakan bentuk komitmen BPIP untuk mendukung inisiatif MPR RI dalam menyosialisasikan tidak berlakunya lagi TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 kepada seluruh elemen masyarakat melalui tugas-tugas pembumian Pancasila.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala BPIP juga menegaskan bahwa DKT ini bertujuan untuk mengawal upaya pemulihan nama baik, hak-hak konstitusional, serta pelurusan sejarah perjuangan ”Sang Penggali Pancasila” yang saat ini masih terdistorsi. Kendati TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan tidak berlaku sejak dikeluarkannya TAP MPR Nomor I/MPR/2003, Kepala BPIP menegaskan bahwa sampai saat ini masih terdapat kekeliruan dalam pemahaman sejarah di kalangan masyarakat terkait dengan apa-apa yang didalilkan dalam TAP MPRS Nomor XXXIII tahun 1967 itu.
Menurutnya, sejarah ”Sang Penggali Pancasila” sejatinya bersih dari cacat hukum sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Presiden Nomor 83/TK/2012 tentang penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Ir. Sukarno pada 2012.
Oleh karenanya, seluruh proses pemulihan nama baik dan sejarah beliau harus terus menerus dikawal. Pemulihan hak-hak konstitusional dan keadilan restoratif bagi Ir. Sukarno dan keluarga beliau pasca pencabutan TAP MPRS No. XXXIII Tahun 1967 harus menjadi agenda penting yang segera dituntaskan demi memberikan penghormatan atas segenap jasa-jasa beliau yang tak terhingga kepada seluruh bangsa dan negara Indonesia.
Dr. (H.C.) Ir. Sukarno merupakan seorang pemimpin bangsa yang sangat penting dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau adalah salah satu dari Sang Dwi Tunggal Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agutus 1945, Presiden Pertama Republik Indonesia, juga tokoh yang menggali Pancasila dari Bumi Nusantara untuk selanjutnya dirumuskan menjadi dasar negara Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia Merdeka disampaikan melalui pidatonya dalam Sidang Pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan (BPUPK) pada 1 Juni 1945. Lebih dari separuh hidupnya dibaktikan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Dengan mengenang segala dharmabakti yang telah diberikan, Dr. (H.C.) Ir. Sukarno jelas merupakan sosok pahlawan besar yang mesti diteladani oleh seluruh bangsa Indonesia, dari waktu ke waktu, dan dari generasi ke generasi.
Oleh karena itu, Kepala BPIP menganggap DKT ini merupakan bagian dari langkah strategis yang tidak saja diperlukan dalam proses pemulihan nama baik Presiden Pertama Republik Indonesia serta keluarga beliau, tetapi juga meluruskan sejarah “sang penggali Pancasila” yang masih kerap terdistorsi akibat tudingan-tudingan politik pasca-1965 yang sesungguhnya tidak berdasar.
Secara kronologis, upaya pemulihan nama dan sejarah sang proklamator tersebut diprakarsai oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada periode pemerintahan lalu melalui surat Nomor M.HH-HH.04.01-84 yang disampaikan kepada Pimpinan MPR RI pada 13 Agustus 2024. Maka untuk menindaklanjuti inisiatif tersebut, para pimpinan MPR RI pada 26 Agustus 2024 mengeluarkan Surat Nomor T-1149H/HK.00.00/B-VI/SetjenMPR/08/2024 yang pada intinya menegaskan tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.
MPR RI juga berkomitmen untuk terus mengawal pemulihan nama baik Dr. (H.C.) Ir. Soekarno atas ketidakpastian hukum yang adil (fair legal uncertainty) karena isi TAP MPRS Tahun 1967 tersebut tidak pernah dibuktikan kebenarannya melalui proses peradilan. Hal tersebut jelas bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum sesuai ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945.
Oleh karena itu, segala tuduhan yang dialamatkan kepada Presiden Sukarno, sebagaimana termuat di dalam Ketetapan MPRS tersebut, secara konstitusional dinyatakan gugur, dan tidak berlaku lagi.