Mengingat besarnya pasar Indonesia yang jauh lebih besar dibandingkan Vietnam, pemerintah Indonesia merasa bahwa permintaan Apple untuk bebas pajak selama 50 tahun adalah hal yang tidak adil. Sejumlah pengamat melihat bahwa permintaan ini tidak hanya berlebihan tetapi juga mencerminkan kurangnya penghargaan Apple terhadap pasar Indonesia.
Terlebih, banyak produsen smartphone lain yang sudah membangun fasilitas produksi di Indonesia tanpa meminta insentif sebesar itu. Mereka memahami pentingnya mematuhi regulasi setempat dan membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dengan negara tempat mereka beroperasi.
Oleh karena itu, Apple tampaknya berada di posisi yang sulit, terutama jika terus menunda komitmen investasi dan tidak memenuhi kewajiban TKDN. Sebagai konsumen, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, seharusnya lebih kritis terhadap kehadiran produk-produk seperti iPhone di pasar lokal.
Bukan hanya menjadi konsumen setia, masyarakat juga perlu mempertanyakan sejauh mana perusahaan besar ini memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan industri dalam negeri. Apakah Apple benar-benar berkomitmen mendukung perkembangan teknologi dan manufaktur di Indonesia, atau sekadar ingin meraup keuntungan tanpa timbal balik yang layak?
BACA JUGA:Apple Merilis Ipad Mini 2024, Menggunakan Chip A17 Pro?
BACA JUGA:Gratis Asuransi 1 Tahun untuk Pembelian Produk Apple di Blibli
Lebih jauh lagi, masalah ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menarik investasi asing. Pemerintah ingin memastikan bahwa investasi yang masuk tidak hanya menguntungkan perusahaan asing, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi negara.
Jika Apple tetap bersikeras dengan tuntutan mereka yang berlebihan, kemungkinan besar pemerintah akan terus menahan izin penjualan iPhone 16 hingga perusahaan menunjukkan komitmen yang lebih nyata terhadap pasar Indonesia.
Bagi banyak pengamat, langkah tegas pemerintah terhadap Apple bukan hanya soal regulasi, tetapi juga menyangkut harga diri sebagai bangsa. Di era globalisasi saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi dan produk internasional seperti iPhone memiliki daya tarik yang kuat di kalangan konsumen Indonesia.
Namun, di sisi lain, Indonesia memiliki hak untuk meminta agar perusahaan asing seperti Apple tidak hanya memandang negara ini sebagai pasar, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam pengembangan industri dan teknologi.
Sebagai contoh, Menteri Perindustrian Indonesia baru-baru ini menyatakan bahwa pada tahun 2023 sekitar 49 hingga 50 juta unit ponsel diproduksi di dalam negeri. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 2,79 juta unit yang diimpor, dengan sebagian besar di antaranya merupakan produk Apple.
Angka ini menegaskan betapa pentingnya Indonesia sebagai pusat produksi bagi banyak produsen smartphone global. Sayangnya, Apple tampaknya masih enggan berinvestasi lebih serius di negara ini. Jika perusahaan-perusahaan lain dapat mematuhi regulasi dan berinvestasi di Indonesia, mengapa Apple merasa mereka berhak mendapatkan pengecualian?