Masih banyak keputusan lain, besar dan kecil, yang dipengaruhi oleh kualitas pola pikir seseorang, seperti cara seseorang menggunakan uang atau kebingungannya dalam menentukan apakah akan melanjutkan kuliah atau tidak. Sayangnya, di Indonesia, banyak orang cenderung meremehkan hal-hal terkait pola pikir atau mentalitas ini; bahkan, sempat menjadi meme di media sosial.
Padahal, banyak orang sukses besar berkat pola pikir yang baik, yang mendukung setiap keputusan dan usaha yang mereka lakukan hingga berbuah kesuksesan besar dalam hidupnya. Meskipun banyak faktor lain yang turut memengaruhi, pola pikir memainkan peran yang sangat penting dalam hal ini.
Mentalitas dan pola pikir pertama yang penting adalah purpose-driven atau berorientasi pada tujuan. Hal ini sangat mendasar untuk meraih keberhasilan dalam hidup, khususnya untuk bisa bertahan di dunia. Purpose-driven berarti memiliki tujuan atau sasaran yang ingin dicapai.
Salah satu kesalahan terbesar yang sering dilakukan oleh remaja adalah hidup tanpa arah, hanya mengikuti arus, sehingga hidupnya cenderung sia-sia. Misalnya, banyak yang mengikuti suatu kegiatan hanya karena teman-teman mereka ikut, tanpa memikirkan dampaknya bagi tujuan hidup mereka sendiri.
Jika seseorang memiliki tujuan yang jelas—misalnya ingin menjadi pemilik merek pakaian terbesar di Indonesia—maka setiap keputusan yang diambilnya akan mempertimbangkan apakah itu mendukung atau menghambat tujuan tersebut. Orang dengan tujuan akan bertanya pada dirinya sendiri, "Bagaimana caranya saya bisa mencapainya?" Pertanyaan ini memicu otaknya untuk mencari cara, bahkan jika dia berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Seorang filsuf Barat pernah berkata, "He who has a why to live can bear almost any how" ("Orang yang memiliki alasan untuk hidup dapat menanggung berbagai cara untuk mencapainya"). Artinya, ketika seseorang memiliki tujuan dalam hidup, apakah dia kaya atau miskin, introvert atau ekstrovert, atau bahkan dalam sistem pendidikan yang kurang ideal, ia tetap bisa meraih apa yang diinginkannya asalkan memiliki alasan kuat yang mendasari tujuannya.
Selanjutnya, bagaimana cara menemukan dan mencapai tujuan hidup akan kami bahas dalam pola pikir dan mentalitas lainnya.
2. Adaptibilitas
Adaptabilitas adalah salah satu keterampilan terpenting dalam kehidupan manusia, karena kemampuan ini merupakan kunci utama bagi manusia untuk bertahan hidup. Kita bisa hidup hingga saat ini karena nenek moyang kita berhasil beradaptasi dengan tantangan dunia di zamannya dan mampu menyesuaikan diri dalam masa-masa sulit.
Sebaliknya, orang yang tidak bisa beradaptasi dengan cara kerja dunia atau lingkungannya di zamannya cenderung tertinggal, tidak berkembang, dan menghadapi kesulitan hidup.
Saat ini, dunia, khususnya Indonesia, sedang menghadapi tantangan dalam mencari nafkah. Mengapa kita menghubungkannya dengan mencari uang? Karena di era sekarang, mencari uang adalah cara utama manusia bertahan hidup.
Dahulu, orang bertahan hidup dengan berburu dan bercocok tanam; kini, kita bertahan hidup dengan mencari uang untuk memenuhi kebutuhan. Namun, kondisi dunia kerja sedang berubah drastis, terutama dengan munculnya teknologi AI yang perlahan menggantikan banyak pekerjaan manusia.
Data menunjukkan bahwa sudah banyak pekerjaan yang tergantikan oleh AI, dan perubahan ini menuntut kita yang hidup di masa ini untuk beradaptasi dengan perkembangan yang ada.
Dalam proses adaptasi ini, diperlukan pola pikir yang mendukung. Menurut kami, meskipun kalian sudah membaca banyak buku pengembangan diri atau mendengarkan podcast, jika kalian belum mengaplikasikan growth mindset, perkembangan diri akan sulit atau lambat tercapai.
Langkah pertama untuk menerapkan growth mindset adalah bersikap terbuka dan siap menyalahkan diri sendiri ketika sesuatu tidak berjalan sesuai harapan.
Sebagai contoh, jika kita kehujanan di jalan, daripada menyalahkan hujan yang jelas tidak bisa dikendalikan, lebih baik kita menyalahkan diri sendiri karena tidak membawa jas hujan. Sikap ini membantu kita fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan untuk mencapai keinginan dan menghindari tindakan yang tidak produktif, seperti marah-marah tanpa hasil.
Contoh lainnya adalah ketika kita merasa sistem pendidikan di Indonesia kurang memadai. Jika kita kebetulan bersekolah di tempat yang menurut kita kurang mendukung, kita bisa mengkritisi pemerintah, namun sebaiknya kita juga introspeksi dan menyalahkan diri sendiri atas kebodohan yang mungkin muncul karena kurangnya inisiatif dalam mencari ilmu di luar sekolah, misalnya melalui internet. Sayangnya, kesadaran seperti ini masih jarang, karena memang sulit untuk berkembang tanpa adanya kesadaran diri.