JD.ID terpaksa menutup layanannya secara permanen sejak 31 Maret 2023. Penyebab utama adalah persaingan yang sangat ketat di kawasan Asia Tenggara. JD.ID tidak mampu mengalahkan empat pesaing utamanya di Indonesia, yaitu Lazada (Alibaba Group), Shopee, dan Tokopedia.
Keempat perusahaan tersebut melakukan investasi besar-besaran untuk menarik pelanggan melalui berbagai promo, sementara JD.ID masuk ke pasar Indonesia relatif terlambat. Startup e-commerce lain sudah terlebih dahulu menancapkan eksistensi mereka di Indonesia.
Selain di Indonesia, JD.ID juga menghentikan operasionalnya di Thailand. Akibatnya, JD.ID harus melakukan PHK terhadap sekitar 200 karyawannya. Intinya, perubahan tren yang cepat, persaingan sengit, serta pengelolaan keuangan yang kurang efektif berkontribusi terhadap kegagalan JD.ID.
4. Pegipegi
Startup lain yang mengalami penutupan adalah Pegipegi, platform pemesanan tiket dan hotel yang telah beroperasi selama 12 tahun. Per tanggal 11 Desember 2023, Pegipegi resmi menghentikan layanannya dan mengucapkan terima kasih kepada para pelanggan setia. Sama seperti banyak startup lain, Pegipegi ditutup karena persaingan yang ketat dan semakin menipisnya pendanaan.
Pesaingnya seperti Traveloka, Tiket.com, hingga Agoda semakin menguat, ditambah dengan beberapa maskapai penerbangan dan perhotelan yang mengembangkan platform mereka sendiri untuk transaksi langsung.
Masalahnya, perusahaan-perusahaan tersebut sering kali menawarkan harga tiket atau hotel yang lebih murah, serta berbagai promo yang membutuhkan dukungan modal besar.
Startup OTA (Online Travel Agency) yang mengalami kesulitan keuangan seperti Pegipegi pun semakin terpuruk, yang berdampak langsung pada karyawan perusahaan. Sejak tahun 2012, Pegipegi diketahui memiliki sekitar 200 hingga 500 karyawan, dan penutupan layanannya tentu berdampak langsung pada mereka.
5. Zenius
Zenius adalah startup di bidang pendidikan yang sudah beroperasi selama 20 tahun, dan dikenal luas di kalangan pelajar Indonesia, mulai dari tingkat SD hingga membantu mereka masuk kampus impian. Pada awal tahun 2024, Zenius mengumumkan pemberhentian sementara operasionalnya, atau dalam kata lain, mengalami kebangkrutan.
Padahal, Zenius pernah menjadi salah satu startup edtech (teknologi pendidikan) terkemuka di Indonesia. Penyebab pasti penutupan ini tidak dijelaskan secara rinci oleh Zenius, namun melihat kondisi industri edtech saat ini yang semakin kompetitif, munculnya pemain-pemain baru dan kuat seperti Ruangguru menjadi salah satu faktor utama.
Persaingan ini memaksa Zenius untuk berjuang lebih keras dalam menarik dan mempertahankan penggunanya. Selain itu, Zenius juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan pendanaan tambahan atau investor baru untuk menjaga operasional dan pertumbuhan bisnis.
Pada tahun 2020, Zenius sempat menggratiskan layanan pembelajaran sebagai bentuk dukungan terhadap proses belajar selama masa pandemi COVID-19, yang diakui sebagai periode berat yang memengaruhi bisnisnya. Pada tahun 2022, Zenius sudah melakukan PHK terhadap sebagian karyawannya sebelum akhirnya memutuskan untuk menutup operasional.
6. Toko Gunung Agung
Salah satu korban dari perkembangan teknologi dan maraknya startup pendidikan seperti Zenius adalah Toko Buku Gunung Agung.
Setelah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 350 karyawannya, PT GA13, pemilik usaha Toko Buku Gunung Agung, mengumumkan penutupan semua gerainya pada tahun 2023. Pengumuman ini mengejutkan banyak pihak, mengingat toko buku ini telah berusia 70 tahun, dengan hanya menyisakan beberapa gerai.
BACA JUGA:Ekonomi Sri Lanka Bangkrut, Apa Efeknya ke Indonesia?
BACA JUGA:Sri Lanka Bangkrut, Sekolah dan Layanan Pemerintah Ditutup Sementara
Kemunculan platform e-commerce membuat banyak orang lebih memilih untuk membeli buku secara online daripada langsung ke toko. Selain itu, perkembangan teknologi yang pesat membuat pecinta buku beralih dari buku fisik ke buku digital.