RADAR JABAR - Minat belanja masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan, yang tentunya menjadi peluang besar bagi banyak perusahaan besar yang ingin memperluas pasar di Indonesia.
Namun terdapat beberapa perusahaan besar yang pernah berjaya di Indonesia justru mengalami kebangkrutan total karena kalah bersaing.
Alih-alih meraih keuntungan besar, kenyataannya banyak perusahaan yang justru menghadapi kesulitan. Hal ini disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan usaha di Indonesia.
7 Perusahaan Besar di Indonesia yang Bangkrut
Pernah berjaya di masanya, ini berikut adalah daftar perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan di Indonesia.
1. Bata
Salah satu korban dari persaingan usaha di Indonesia adalah PT Sepatu Bata Tbk. Bata, merek alas kaki legendaris yang telah hadir di Indonesia sejak era Hindia Belanda, pernah mengalami masa kejayaannya di Indonesia, terutama sejak tahun 1980-an hingga 2000-an.
Produk ini terkenal di kalangan anak sekolah karena harganya yang terjangkau, kualitas yang baik, dan mudah didapat. Dulu, ada anggapan bahwa tidak memakai sepatu Bata dianggap ketinggalan zaman.
BACA JUGA:Ternyata Ini Sederet Alasan Mengapa Tupperware Bangkrut
BACA JUGA:Strategi Nokia untuk Bangkit Lagi Setelah Hampir Bangkrut
Namun, penjualan sepatu Bata terus menurun selama beberapa dekade terakhir. Penurunan ini bahkan mencapai 49%, dari Rp941 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp459 miliar pada tahun 2020. Beberapa alasan yang mendasari penurunan ini, antara lain dampak pandemi yang menekan daya beli masyarakat serta persaingan dari produk-produk lain yang menawarkan desain lebih segar.
Untuk mengatasi hal ini, Bata awalnya menutup beberapa gerainya dan pada akhirnya harus menghentikan operasional pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat, per 30 April 2024. Akibatnya, terjadi PHK terhadap 275 karyawannya.
2. Tupperware
Perusahaan ini tentu tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, terutama di kalangan ibu-ibu. Tupperware, merek wadah makanan plastik yang sangat populer, kini tengah berada di ambang kebangkrutan.
Salah satu hal yang membuat Tupperware terkenal adalah strategi pemasarannya yang menggunakan skema multilevel marketing melalui "Tupperware Party," semacam acara arisan Tupperware yang sangat sukses di masa lalu.
Namun, dalam dekade terakhir, strategi ini tidak lagi efektif. Selain karena harganya yang relatif tinggi, konsumen kini lebih memilih produk serupa dengan harga lebih terjangkau, yang bisa dibeli langsung secara online.
Akibatnya, produk Tupperware tidak lagi dianggap istimewa. Selama tahun 2022 hingga 2023, perusahaan mencatat kerugian operasional sebesar Rp455 miliar, dan Tupperware juga melakukan PHK terhadap sebagian karyawannya. Perubahan perilaku konsumen yang semakin beralih ke belanja online menjadi salah satu penyebab utama penurunan penjualan perusahaan ini.
3. JD.ID
E-commerce atau layanan belanja online terus berkembang pesat, namun masalah utama yang dihadapi adalah persaingan ketat antar pemain. Salah satu yang terkena dampaknya adalah JD.ID, anak perusahaan JD.com, salah satu perusahaan retail terbesar di China.