RADAR JABAR - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Hadi Tjahjanto, mengungkapkan bahwa analisa sementara menunjukkan sebagian data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang bocor tidak sesuai dengan data asli pemiliknya.
"Diduga data-data tersebut diperoleh dari beberapa kota/kabupaten sehingga ada sebagian yang tidak sesuai dengan pemiliknya, baik NIK maupun NPWP," ujar Hadi saat rapat di DPR RI, Jakarta, Senin (23/9).
Lembaga yang dipimpin Hadi bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terus memvalidasi data yang diduga bocor, termasuk NIK, NPWP, dan nomor telepon. Tim dari Kementerian Keuangan juga sedang menindaklanjuti dugaan kebocoran ini.
Kemenko Polhukam berencana mengadakan rapat lintas kementerian dalam waktu dekat untuk membahas masalah ini dan mencari solusi serta langkah mitigasi.
BACA JUGA:Sebelum Dibunuh, Keluarga Aqila Sempat Lapor Polisi Tapi Tak Ditanggapi
BACA JUGA:Layanan E-Paspor KJRI Frankfurt Permudah WNI di Jerman
Pemerintah juga telah mempersiapkan langkah jangka pendek untuk mengatasi kebocoran data hingga terbentuknya Lembaga Perlindungan Data Pribadi, sesuai amanat UU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Hadi menambahkan, Kemenkominfo sebagai otoritas perlindungan data mengacu pada PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PSTE) untuk memastikan adanya kepatuhan dalam perlindungan data pribadi.
"Kemenkominfo bertindak sebagai otoritas perlindungan data, ini harus mengacu pada PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PSTE), untuk memastikan tidak ada kekosongan institusi penegakan kepatuhan dalam perlindungan data pribadi," ujarnya.
Dugaan kebocoran data NPWP mencuat setelah Teguh Aprianto, pendiri Ethical Hacker Indonesia, mengunggah informasi di media sosial terkait enam juta data NPWP yang diperjualbelikan di Breach Forums oleh akun Bjorka pada 18 September 2024. Selain NPWP, data NIK, alamat, nomor telepon, email, dan lainnya juga dikabarkan bocor dengan harga jual mencapai Rp150 juta.*