Mengapa Orang Bodoh Selalu Dipelihara di Indonesia? Ini 5 Alasannya

Minggu 08-09-2024,14:22 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

Sebagai contoh, anggaplah ada Presiden A dan Presiden B. Selama masa jabatan Presiden A, banyak orang merasa kehidupannya sulit. Namun, saat Presiden B memerintah, banyak orang merasa hidup mereka lebih mudah.

BACA JUGA:Istana Klarifikasi Spekulasi Perpu Pilkada Dari Presiden Jokowi

BACA JUGA:Jokowi Tegaskan Komitmen Indonesia Perkuat Kerja Sama dengan Afrika di Forum Tingkat Tinggi

Meski demikian, jika suatu saat Presiden B membuat kebijakan yang lebih menguntungkan pihak elit, masyarakat yang kurang peduli akan kebijakan tersebut selama tidak merugikan mereka secara langsung.

Mereka mungkin lebih memilih membiarkan pejabat mendapatkan keuntungan besar, selama mereka sendiri merasa mendapatkan keuntungan yang cukup kecil. Mereka baru akan marah jika keuntungan kecil mereka juga diambil.

Kadang-kadang ada kebijakan yang diambil oleh pemerintah, meskipun kebijakan tersebut mungkin menguntungkan pejabat, karena mereka tidak merasa dirugikan secara langsung. Salah satu alasan mengapa orang-orang bodoh terus dipelihara dan dibiarkan tetap bodoh adalah karena mereka bisa menjadi sumber keuntungan untuk bisnis.

4. Umpan Audiens Konten Murahan

Minat masyarakat Indonesia saat ini cenderung pada konten seperti flexing, drama perselingkuhan, dan hal-hal sejenis. Para pelaku media digital memanfaatkan celah ini untuk terus memproduksi konten-konten yang tidak bermanfaat, sehingga masyarakat secara tidak sadar terjebak dalam kebodohan dengan menghabiskan waktu mereka untuk menonton urusan rumah tangga orang lain daripada fokus pada diri sendiri.

Banyak media digital yang mengedepankan konten semacam ini karena dianggap menguntungkan. Selain konten drama, ada juga keuntungan bagi mereka yang menjual harga dirinya di media sosial, seperti video seksi atau menampilkan bagian tubuh yang tidak seharusnya dipublikasikan.

Berbicara tentang media sosial, terdapat algoritma yang menentukan jenis konten yang ditampilkan berdasarkan kebiasaan kita. Jika kita terbiasa menonton konten-konten bodoh, algoritma akan terus menyajikan konten serupa.

BACA JUGA:Isi Surat dari Kelompok Adat Manguni Minahasa, Menolak Disebut Bodoh Karena Dukung Israel

BACA JUGA:Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono Dianugerahi Bintang Mahaputera Nararya oleh Presiden Jokowi

Namun, jika Anda membuat akun baru di TikTok dan melihat 10 video pertama, Anda akan melihat bagaimana kualitas konten yang ditampilkan. Saya tidak tahu apakah algoritma ini sengaja menampilkan konten berkualitas rendah atau memang tidak ada video lain yang bisa dipromosikan.

Jika kita membahas keuntungan, konten-konten yang adiktif seperti ini memang memberikan banyak keuntungan. Oleh karena itu, orang-orang bodoh dapat dimanfaatkan untuk mencari keuntungan.

5. Tidak Berpikir Kritis

Kami percaya bahwa salah satu cara paling efektif untuk mengontrol manusia adalah dengan membiarkan mereka tetap bodoh. Ketika seseorang mulai berpikir kritis, pemilik kepentingan tidak lagi bisa mengatur mereka. Sebaliknya, jika kemampuan berpikir kritis seseorang sudah hilang, mereka tidak dapat membedakan mana yang benar dan salah.

Orang-orang dengan pemikiran kritis yang rendah biasanya malas membaca, cepat bosan dengan edukasi, dan enggan mencari informasi lebih dalam. Contoh sederhana adalah beberapa komentar yang kami terima di video-video berisikan berita.

Banyak dari mereka yang tidak menonton video secara keseluruhan tetapi langsung memberikan komentar. Akibatnya, komentar mereka terasa dangkal dan tidak mendalam. Ini cukup disayangkan karena meskipun Indonesia diharapkan menjadi negara emas pada tahun 2045, masih banyak masyarakat yang malas berpikir.

Kategori :