Mengapa Orang Bodoh Selalu Dipelihara di Indonesia? Ini 5 Alasannya

Minggu 08-09-2024,14:22 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

Walaupun ingin membuat konten yang membahas fenomena Habib-Habib di Indonesia, seharusnya berita hoaks tidak dipublikasikan karena dapat memicu keributan di masyarakat.

Jika memang ingin mengkritik, seharusnya dilakukan dengan data dan fakta yang jelas. Dari sini, kita bisa melihat bahwa banyak masyarakat Indonesia masih mudah ditipu dan malas berpikir kritis. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang kurang memahami isu-isu dengan baik.

Namun, meskipun ini merupakan masalah, kepedulian terhadap ketidakpahaman masyarakat bisa memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan. Secara kasar, orang yang kurang paham dapat dianggap sebagai aset berharga yang selalu dijaga. Oleh karena itu, kami ingin membahas mengapa orang-orang yang kurang paham dapat menjadi aset berharga dan selalu dijaga.

2. Memajukan Bisnis Haram

Beberapa waktu belakangan, Indonesia menghadapi masalah yang cukup serius, yaitu judi online. Masalah ini sangat merugikan negara, mulai dari perputaran uang yang sangat besar dalam judi online, tindak kriminal di masyarakat, dan berbagai dampak negatif lainnya. Bahkan, para pelaku judi online kini melibatkan berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Kita semua sepakat bahwa pemain judi online adalah pelaku, bukan korban. Terlepas dari niat untuk cepat kaya, kenyataannya banyak dari mereka yang justru kehilangan banyak harta.

Pertanyaannya adalah, jika para pemain tersebut berujung pada kerugian, mengapa masih banyak yang berharap pada permainan ini? Ini menunjukkan adanya kebodohan; mereka melihat dampak negatif pada orang lain tetapi tetap terjerumus dalam masalah yang sama.

Walaupun hal ini merupakan kebodohan, baru-baru ini sempat muncul wacana bahwa para pemain judi online yang mengalami kerugian akan mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.

3. Umpan Para Politikus Korup

Meskipun wacana ini telah diklarifikasi oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bahwa bansos tersebut akan diberikan kepada keluarga terdekat pelaku, hal ini tetap memicu kemarahan netizen dan menunjukkan bahwa kebodohan masih dipelihara.

Keluarga yang menerima bansos mungkin malah mendorong anggota keluarganya untuk bermain judi lagi karena mereka berpikir bahwa uang bansos dapat digunakan untuk membeli sembako. Dengan kata lain, uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dasar malah diputar untuk judi online.

Jika wacana ini diterima, ini ibarat memelihara kebodohan dan menciptakan masyarakat dengan mental pengemis. Orang yang memiliki mental pengemis akan rela melakukan apa saja asalkan mendapatkan kenikmatan sesaat, sehingga mereka mudah disogok dan suara mereka dapat dimanfaatkan oleh politikus untuk meraih kekuasaan dan kepentingan lainnya.

Di sini, penting untuk memahami bahwa orang-orang yang berada di kalangan atas selalu memerlukan kalangan bawah untuk mempertahankan kekayaan dan kekuasaannya. Contohnya, saat musim pemilihan presiden atau kepala daerah, sudah menjadi rahasia umum bahwa terjadi praktik money politics.

Ada orang-orang yang mudah diajak memilih pasangan calon tertentu ketika mereka diberi iming-iming uang, meskipun jumlahnya tidak begitu banyak. Karena mereka tidak memikirkan konsekuensinya dan memang membutuhkan uang tersebut, mereka akan melakukannya.

Bayangkan jika rakyat sejahtera dan memahami mana yang benar dan salah; mereka pasti tidak akan memilih pasangan calon hanya demi uang yang tidak banyak. Orang-orang pintar tentu tidak akan mau dibayar hanya Rp50.000 hingga Rp100.000 untuk memilih pasangan calon tertentu.

Mereka tentu akan menginginkan imbalan yang jauh lebih besar. Hal ini membuat politikus harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk bansos. Jika rakyat bodoh, mereka sudah sangat senang hanya dengan diberikan Rp50.000, tetapi jika rakyat tersebut lebih pintar, mereka tidak akan mau dibayar begitu sedikit hanya untuk memilih pasangan calon tertentu.

Salah satu alasan mengapa orang-orang bodoh dipelihara atau dianggap sebagai aset adalah karena suara mereka dapat dimanfaatkan oleh para politikus korup untuk meraih kekuasaan. Selain itu, orang-orang bodoh juga bisa dimanfaatkan oleh penguasa untuk membuat kebijakan yang menguntungkan segelintir pihak.

Ketika mereka tidak memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, mereka akan acuh terhadap siapa yang paling diuntungkan oleh kebijakan tersebut, asalkan kehidupan mereka nyaman.

Kategori :