RADAR JABAR - Pada hari Rabu, 21 Agustus 2024, media sosial dihebohkan dengan tagar #KawalPutusanMK yang disertai gambar burung Garuda dengan latar belakang berwarna biru. Gambar ini menjadi viral dalam waktu singkat, banyak akun yang saya ikuti turut membagikan gambar tersebut.
Bagi Anda yang belum tahu, gambar ini awalnya diposting melalui kolaborasi antara akun Instagram @narasinewsroom, Najwa Shihab dari Mata Najwa, dan akun narasi.tv. Sebenarnya, apa arti dari logo yang menimbulkan kehebohan ini di berbagai platform media sosial?
Logo ini merujuk pada ajakan kepada masyarakat untuk lebih aktif mengawasi jalannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Ajakan ini muncul karena adanya berita yang dianggap menguntungkan segelintir pihak dan terkait dengan isu nepotisme. Dengan tulisan "Peringatan Darurat," logo ini seolah menggambarkan bahwa kondisi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Mungkin masih banyak di antara kita yang belum sepenuhnya memahami apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa berita ini bisa menjadi heboh di seluruh Indonesia, bahkan diunggah oleh beberapa media besar dan influencer dengan banyak pengikut. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini memang benar-benar darurat.
Kronologi Peringatan Darurat Indonesia
Sebenarnya, apa yang terjadi di Indonesia hingga situasi ini menjadi begitu heboh? Mari kita runut dari awal. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) awalnya berencana mencalonkan Anies Baswedan dan Sohibul Iman sebagai calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada mendatang.
Alasan PKS mengusung Anies dan Sohibul adalah keyakinan bahwa pasangan ini memiliki elektabilitas tinggi dan mampu menarik banyak dukungan.
BACA JUGA:PSI Jelaskan Kaesang Tidak Akan Maju Di Pilkada 2024
BACA JUGA:Kaesang Pangarep Masuk Bursa Pilgub Jateng, Ganjar Pranowo: Dia Ketua Partai
Namun, mereka menghadapi kendala besar, yaitu harus memenuhi syarat ambang batas suara sebesar 20%. Karena aturan ini, PKS tidak bisa maju sendirian dan membutuhkan partai lain untuk mendukung.
Untuk mengatasi masalah tersebut, PKS berupaya membentuk koalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai NasDem. Strategi ini sebenarnya mirip dengan yang dilakukan dalam pemilihan presiden sebelumnya, di mana partai-partai ini bersatu untuk memperkuat posisi masing-masing melalui koalisi. Mereka berharap dapat menggabungkan kekuatan dan mencapai ambang batas yang dibutuhkan.
Namun, upaya PKS untuk membangun koalisi ini tidak berjalan mulus. Di sisi lain, Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang terdiri dari partai-partai pendukung pemerintah, melihat peluang untuk melemahkan rencana PKS.
Partai-partai dalam KIM berusaha menarik PKB, PKS, dan NasDem untuk bergabung dengan mereka, menggunakan berbagai taktik untuk mempengaruhi keputusan partai-partai tersebut.
Mulai dari menekan NasDem dengan ancaman kasus hukum yang dapat merugikan partai tersebut, memanfaatkan konflik internal antara Cak Imin dan pengurus besar NU, hingga menawarkan posisi strategis kepada PKS seperti jabatan wakil gubernur sebagai imbalan jika mereka bersedia bergabung ke dalam KIM.
Melihat tekanan yang semakin besar, PKS akhirnya memutuskan untuk mengubah strategi mereka dengan mengganti pasangan calon menjadi Ridwan Kamil dan Suswono sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.
Jadi, yang awalnya PKS mengusung Anies Baswedan dan Sohibul Iman, kini berubah menjadi Ridwan Kamil dan Suswono sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Selain itu, PKS juga berupaya membentuk koalisi yang lebih besar dengan melibatkan dua partai lainnya. Dengan langkah ini, mereka berharap dapat memperkuat posisi dan menghadapi tantangan dengan lebih solid.