RADAR JABAR - Email DPR RI dengan alamat dprnow@dpr.go.id diduga diretas pada Kamis (22/8/2024), dan mengirimkan ribuan pesan secara serentak ke sejumlah redaksi media nasional dan beberapa individu. Pesan-pesan yang tersebar ini memuat kritik tajam terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang baru saja disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Isi email yang tersebar mencerminkan kekecewaan publik terhadap keputusan DPR, yang dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Kritik yang disampaikan dalam email tersebut menyoroti dua hal utama: pertama, pengabaian terhadap putusan MK terkait batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur; kedua, perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada yang dinilai tidak adil.
Pesan tersebut bahkan menyebutkan bahwa "demokrasi di Indonesia telah mati," dan mengajak masyarakat untuk bersatu melawan kebijakan yang dianggap merugikan rakyat serta merusak demokrasi.
BACA JUGA:2000 Lebih Polisi Siap Amankan Aksi Demo di Depan Gedung DPR MPR
BACA JUGA:DPR Akan Ikuti Putusan MK Jika RUU Pilkada Hingga 27 Agustus Belum Sah
Serangan siber ini langsung menjadi perhatian publik dan viral di berbagai platform media sosial. Kritik yang dilontarkan dalam email tersebut menambah panas suasana politik yang sudah memanas, terutama karena pesan-pesan itu menyerukan perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat.
Selain kritik, peretas juga memberikan ancaman untuk membocorkan lebih banyak informasi sensitif jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Ancaman ini menambah ketegangan dalam situasi politik yang semakin memanas.
Identitas pelaku peretasan hingga kini masih belum diketahui. Namun, keberhasilan peretasan ini dalam menyebarkan ribuan email menunjukkan bahwa pelakunya memiliki kemampuan teknis yang signifikan. Hingga saat ini, pihak DPR RI belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi terkait insiden ini.
Publik saat ini menantikan bagaimana DPR RI akan merespons insiden tersebut, baik dari segi penanganan keamanan siber maupun substansi kritik yang disampaikan dalam pesan-pesan tersebut.
BACA JUGA:Menyingkap Akar Politik Paternalistik di Indonesia Sebagai Sebuah Tantangan Bagi Demokrasi