BOGOR - Pengamat Politik Visi Nusantara (Vinus) Yusfitriadi mengatakan bahwa percobaan Pilkada melawan kosong sudah terlihat sistematis dilakukan oleh oligarki kekuasaan.
Yusfitriadi menilai perjalanan Pilkada secara langsung sejak 2015 berlangsung secara normatif. Pasangan calon melawan kotak kosong pada saat itu hingga 2018 berjalan secara kultural.
"Sejak di awali pilkada kota kosong sudah ada, itu tiga kabupaten kota di Provinsi, kemudian 2017 itu ada 9 kotak kosong, 2018 itu ada 16 kotak kosong dan 2020 ada 25 calon yang berpasangan dengan kotak kosong. Artinya bukan hanya sekarang, cuma terlihatnya adalah kultural, karena memang tidak ada mencalonkan," kata Yusfitriadi, Jumat (9/8).
Namun, Pilkada serentak 2024 diprediksi bakal banyak kekuatan oligarki penguasa tingkat pusat yang mengintervensi langsung upaya melawan kotak kosong di Pilkada.
Rekayasa penguasa itu dilakukan karena masih ada atmosfir-atmosfir pasca Pileg dan Pilpres yang beberapa bulan lalu dilakukan.
"Jadi ini dampak dari, pemilu dilaksanakan pada tahun yang sama, jadi atmosfir pemilu kemarin akan terbawa ke dinasti, maka indikasi-indikasi itu sudah keliatan. Kalau dulu kan ga keliatan, sekarang sudah terlihat karena memang ada bukan kultural tapi ada upaya rekayasa dengan penjegalan, pemaksaan, sehingga kalau terlihat bahkan mengancam,"ucapnya.
Sementara Pengamat dari Lima Indonesia, Ray Rangkuti menjelaskan bahwa pimpinan pusat yang memberikan mandat langsung ke kadernya di daerah, membuka peluang seluas-luasnya untuk otak-atik Pilkada di daerah tanpa melihat potensi-potensi dan kultural yang ada.
"Ini kan maen otak-atik posisi, supaya kursi kosong Gubernur, Bupati/walikota itu ditempati oleh partai politik. Kalau SKnya diatur di kabupaten nah itu variatif,"pungkasnya. (Zul/SFR)