RADAR JABAR - Penggunaan uang kertas dan uang digital sudah menjadi kebiasaan di era modern saat ini. Setiap kali melakukan transaksi, hampir selalu menggunakan uang fiat. Perkembangan teknologi dan ekonomi yang pesat membuat kita dapat bertransaksi di mana saja hanya dengan bermodalkan ponsel. Karena kemajuan ini, uang fiat menjadi simbol stabilitas dan kemajuan ekonomi global yang kita kenal sekarang.
Visi Bank Indonesia, misalnya, adalah mewujudkan Bank Sentral berbasis digital dalam kebijakan dan kelembagaan. Hal ini berarti mereka selalu mengacu pada penggunaan teknologi digital, baik saat menyusun maupun mengimplementasikan kebijakan moneter, kebijakan operasional, ataupun kebijakan lainnya yang dilakukan oleh Bank Sentral.
Namun, uniknya, alat tukar ini tidak berawal dari uang fiat atau elektronik seperti sekarang. Sebelum uang fiat menjadi alat tukar yang mendominasi, manusia menggunakan berbagai macam bentuk barang dan logam berharga sebagai alat transaksi.
Salah satu alat tukar yang paling bertahan lama adalah logam mulia, yaitu emas, yang sudah dipakai sejak ribuan tahun lalu. Alasan orang memiliki emas kurang lebih sama, yaitu sebagai alat tukar yang stabil dan tidak mudah terpengaruh oleh inflasi maupun perubahan nilai.
Bahkan, peradaban kuno seperti Mesir, Yunani, dan Romawi menggunakan emas sebagai alat tukar dan standar mata uang. Hingga saat ini, banyak negara yang menjadikan emas sebagai cadangan kekayaan mereka karena telah terbukti stabil, bahkan ketika ada perang atau isu lain, harga emas tetap stabil atau malah naik.
Dampak Jika Emas Jadi Alat Transaksi Resmi
Sejarah uang fiat sebenarnya diciptakan sebagai bukti bahwa seseorang memiliki emas. Alhasil, transaksi menjadi lebih mudah dan tidak perlu repot membawa emas ke mana-mana.
BACA JUGA:7 Rekomendasi Aplikasi Investasi Emas Digital Terbaik 2024
Namun, yang menjadi pertanyaan, hampir di seluruh dunia ini masih bergantung pada uang fiat. Pernahkah kita berpikir apa yang akan terjadi jika kita kembali menggunakan emas sebagai alat transaksi?
Ini sudah menjadi perdebatan sekaligus argumen dari para penggemar emas. Kami sering menemui orang-orang yang menyarankan kita untuk kembali menggunakan emas sebagai alat transaksi. Oleh karena itu, kali ini kami ingin membahas apa yang akan terjadi jika kita benar-benar menggunakan emas sebagai alat tukar.
1. Nilai Mata Uang Akan Stabil
Salah satu hal yang mungkin terjadi jika emas digunakan sebagai alat tukar adalah nilainya akan sangat stabil. Hal ini karena produksi emas tidak dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan cepat; proses penambangannya memerlukan waktu dan biaya yang tinggi.
Oleh karena itu, penawaran emas relatif lebih stabil. Selain itu, emas juga digunakan dalam berbagai industri seperti elektronik, medis, dan perhiasan, yang semakin meningkatkan nilainya.
Sebagai contoh, jika kita membandingkan harga emas dengan rupiah, emas jauh lebih stabil. Pada bulan Juni 2013, harga emas sekitar Rp500.000 per gram.
Namun, saat ini harga emas telah mencapai sekitar Rp1,3 juta hingga Rp1,4 juta per gram. Sementara itu, nilai rupiah terus melemah karena inflasi. Bahkan jika dibandingkan dengan dolar AS, nilai rupiah telah melemah lebih dari 35% pada periode yang sama.
Ini menunjukkan bahwa emas dapat mempertahankan nilainya dalam jangka panjang, sedangkan uang fiat nilainya terus melemah akibat inflasi. Karena emas telah menjadi aset berharga yang digunakan selama ribuan tahun, ia diterima secara luas di berbagai negara.
Emas juga digunakan sebagai alat tukar untuk mengurangi fluktuasi dalam transaksi internasional, karena nilai emas diakui secara global.