Menurut Agus, berdasarkan laporan yang diterima oleh KASN, sebanyak 181 ASN atau sekitar 71,6 persen dari yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut sudah dijatuhi sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Pada Pilkada Serentak 2020, catatan juga menunjukkan adanya 2.034 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.597 ASN atau sekitar 78,5 persen terbukti melakukan pelanggaran, dan sebanyak 1.450 ASN atau sekitar 90,8 persen sudah dijatuhi sanksi oleh PPK.
Agus menekankan bahwa pelanggaran netralitas ASN tidak hanya terjadi dalam konteks politik, namun juga dapat muncul dalam berbagai aspek, seperti pelayanan publik, manajemen ASN, dan pengambilan keputusan bagi pejabat publik.
Untuk mengatasi kondisi ini, Agus menganggap pentingnya strategi yang tepat guna mewujudkan pesta demokrasi yang kondusif. Eksistensi lembaga pengawas yang independen menjadi krusial dalam mewujudkan demokrasi yang bersih, terutama melalui penerapan netralitas atau imparsialitas ASN.
Pengawasan tersebut, menurut Agus, akan lebih optimal dengan dukungan regulasi dan kewenangan yang kuat serta melibatkan partisipasi masyarakat sipil.
Selain itu, peran media dan masyarakat, khususnya generasi milenial dan generasi Z, dianggap sangat penting dalam mengawasi netralitas dan kode etik profesi ASN.
Agus menyatakan bahwa praktik-praktik pengawasan terhadap netralitas ASN telah dilaksanakan oleh pemerintah, namun masih ada celah dalam beberapa aspek yang perlu perhatian lebih lanjut. Oleh karena itu, peran civil society dalam mengawasi ASN sangat diperlukan (*).