RADAR JABAR - Salah satu masalah besar yang masih ada di negara kita adalah masalah kemiskinan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik atau BPS, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 9,36% atau sekitar 25,9 juta penduduk per bulan Maret 2023.
Bahkan menurut Bank Dunia, sebanyak 40% penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Jika menggunakan standar Bank Dunia, 40% masyarakat Indonesia menjadi miskin, karena perhitungan Bank
Dunia menggunakan teori paritas daya beli yang sebanding dengan negara lain. Fakta ini tidak dapat disangkal karena masih banyak orang yang tergolong miskin di negara kita.
Fenomena ini membuat kami penasaran, mengingat negara kita memiliki ukuran yang cukup besar dan sumber daya alam yang melimpah. Namun, mengapa data menunjukkan bahwa 40% penduduk di negara kita hidup dalam kategori miskin menurut Bank Dunia?
Untuk yang belum mengetahui, standar kemiskinan menurut Bank Dunia adalah individu atau keluarga yang hidup dengan penghasilan kurang dari 2,15 dolar atau sekitar kurang dari Rp32.000 per hari. Dengan menggunakan rumus tersebut, 40% penduduk negara kita termasuk dalam kategori miskin.
Kemiskinan memiliki penyebab yang kompleks, terbagi menjadi dua, yaitu struktural dan kultural. Kemiskinan struktural terjadi secara turun-temurun dan di luar kendali individu. Sedangkan kemiskinan kultural disebabkan oleh budaya, sifat, atau kesalahan individu sendiri, seperti malas kerja dan sebagainya.
BACA JUGA:5 Strategi Mengatur Keuangan, Pahami Dulu Filosofi Uang
Saat ini, dua faktor utama ini adalah yang paling banyak meningkatkan kemiskinan di Indonesia.
Pinjaman Online
Terlepas dari penyebab yang kompleks tersebut, kami merasa ada dua masalah besar di negara kita yang rentan terhadap kemiskinan. Masalah ini mungkin menjadi penyebab mereka menjadi miskin atau kesulitan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan, terutama masalah pinjaman online (pinjol) dan judi online yang beberapa waktu ini menjadi masalah serius bagi negara kita.
Judi online menjadi yang paling banyak dicari di Indonesia sepanjang tahun 2023, dan kami merasa bahwa ini adalah masalah serius dan berbahaya bagi negara kita. Oleh karena itu, kami ingin membahas penyebab dari kesulitan banyak orang untuk keluar dari kemiskinan.
Seiring berkembangnya zaman, transaksi sehari-hari dalam hidup kita menjadi semakin mudah, mulai dari jual beli, investasi, hingga berhutang, apapun bentuknya. Dulunya, transaksi-transaksi ini dilakukan secara langsung atau melalui perantara tertentu, namun kini dapat dilakukan dengan mudah melalui handphone yang ada di genggaman kita. Salah satu transaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat belakangan ini adalah kredit atau pinjaman online.
Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total penyaluran dana dari pinjol pada bulan Agustus tahun 2023 sebesar Rp20,50 triliun, dan pada bulan sebelumnya sebesar Rp37 triliun.
Angka-angka tersebut bukanlah angka yang kecil, terutama karena kalangan yang paling banyak terjerat pinjol adalah kalangan dengan pendapatan rendah, seperti guru dan buruh, apalagi anak muda yang baru merasakan pegang uang. Kami rasa ini merupakan masalah yang benar-benar serius dan menjadi penyebab sulitnya kalangan menengah atau ke bawah naik kelas sosial.
Apalagi jika kita melihat bahwa banyak pinjol ilegal yang menetapkan bunga yang sangat tinggi, melebihi aturan yang ditetapkan oleh OJK yaitu sekitar 0,1 sampai 0,3%. Pinjol ilegal ini seringkali memberikan solusi yang lebih mudah bagi pendaftarnya, namun bunganya sangat tinggi, sehingga mereka terjebak dalam perangkap utang.
Dalam hal ini, pinjol yang legal memiliki aturan yang lebih ketat, namun pinjol ilegal memberikan kemudahan yang lebih besar dalam pendaftarannya. Namun, bunganya yang sangat tinggi membuat para peminjam harus bekerja keras hanya untuk membayar bunga tersebut, tanpa mengurangi pokok utang mereka. Terlebih lagi, bunga tersebut terus bertambah jika pembayaran terlambat, sehingga mereka terjebak dalam lingkaran hutang yang sulit untuk keluar.