RADAR JABAR - Setiap kategori segmen BPJS memiliki perbedaan, melibatkan peserta dari Penerima Bantuan Iuran (PBI), peserta mandiri, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan peserta dari perusahaan.
Dalam suatu kategori segmen BPJS memiliki perbedaan, setiap segmen tersebut dapat mengalami pada fase tidak aktif.
“Itu beda-beda cara mengaktifkannya misalnya dari perusahaan tadi nya aktif terus tidak kerja, kalau mau aktif lagi ada dua, kalau dia keterima di perusahaan baru, kalau tidak bekerja kerja berarti beralih ke segmen mandiri,” ucap Kepala Cabang BPJS Kota Cimahi, Cecep Heri Suhendar. Dikutip dari Jabar Ekspres, Rabu 31 Januari 2024.
Untuk mengaktifkannya kembali, Cecep menjelaskan bahwa hanya perlu melakukan reaktivasi dengan tetap menggunakan nomor yang sama.
Harap diingat bahwa nomor segmen BPJS bersifat individual dan berlaku sepanjang hidup seseorang.
“Walau pun segmen nya pindah tetap nomornya sama. Kalau mandiri rata-rata tidak aktif itu karena ada tunggakan, bila ingin diaktifkan kembali ya satu caranya harus membayar seluruh tunggakan tersebut,” ucap Cecep
Peraturan saat ini tetap tidak mengalami perubahan, dengan batas waktu maksimal pembayaran tunggakan hanya dua tahun.
BACA JUGA:Panwascam Cimahi Tengah: Banyak Pelanggaran Kampanye akan Ditindaklanjuti
Cecep juga menjelaskan bahwa pemerintah memberikan keringanan kepada wajib pajak yang memiliki tunggakan bertahun-tahun, dengan persyaratan pembayaran yang difokuskan pada dua tahun terakhir.
Di tempat yang sama, Humas BPJS Kota Cimahi, Deni menambahkan bahwa belum ada penyesuaian pada peraturan kelas terkait isu kenaikan biaya pembayaran BPJS, dan penghapusan kelas yang dihubungkan dengan isu yang sedang beredar.
“Sementara ini posisi nya masih tetap, untuk kelas 3 Rp35 ribu per orang/bulan, untuk kelas 2 Rp100 ribu per orang/bulan, dan kelas 1 Rp150ribu per orang/bulan,” ucap Dani
Pembahasan mengenai wacana tersebut masih dalam tahap awal. Deni menegaskan bahwa belum ada informasi resmi mengenai kapan dan bagaimana kebijakan segmen BPJS tersebut akan diberlakukan.
Saat ini, pihaknya belum menerima petunjuk terkait implementasi dan aturan terkait, mengingat hal ini berkaitan dengan Kementerian Kesehatan yang memiliki wewenang dalam hal ini.