Mengenal Ulama Su' Sebagai Ulama Paling Jahat yang Bisa Picu Perang Sesama Umat Islam

Rabu 03-01-2024,15:18 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

Hal ini senada dengan surah surat As-Shaff ayat 2 – 3, “Wahai orang-orang yang beriman Kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

Tafsir Ibnu Katsir mengatakan, “Manusia terlalu bergantung pada ulama, ahli ibadah dan pemimpin. Jika golongan yang diharapkan baik, maka manusia akan baik, tetapi jika golongan tersebut rusak, dunia ini pun akan rusak.”

Umar Bin Khattab pernah menyatakan, “Yang merusak Islam adalah tersesatnya seorang Alim, perselisihan munafik dengan ayat Alquran, dan penetapan hukum oleh para imam yang menyesatkan.”

Ulama su’ adalah musuh Allah, mereka memutarbalikkan urusan demi nafsu dan keserakahan dunia mereka seharusnya menjadi pengajak manusia ke jalan Allah, tetapi mereka justru menjadi sesat yang menyesatkan menakjak manusia ke jalan Setan. Ulama su’ adalah ulama fasik yang akan masuk neraka sebelum penyembah berhala karena kesalahan mereka yang tidak sama dengan golongan yang salah paham. (Ucapan Sayyidina Ali r.a, Ad-Dakwatut Tammah, Abdullah Al-Hadrami, hlm,42)

Perpecahan & Konflik yang Dipicu Oleh Ulama su’

Periode setelah wafatnya Nabi Muhammad menyaksikan munculnya perpecahan dan konflik yang dipicu oleh ulama su’. Contoh konkret dari konflik ini adalah peran Jamal dan perang Shiffin.

Perang Jamal

Perang Jamal terjadi pada tahun 656 Masehi setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan dan terpilihnya Khalifah Ali Bin Abi Thalib sebagai penggantinya.

Aisyah, istri Nabi Muhammad, meluncurkan kampanye militer melawan Khalifah Ali, sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad. Aisyah mengumpulkan pasukan untuk melawan Ali di medan perang yang terkenal dengan nama Perang Jamal atau Perang Unta.

Perang ini merupakan salah satu konflik besar dalam sejarah awal Islam dan melibatkan kaum Muslimin yang saling bertikai.

Perbedaan pendapat dan rivalitas politik di antara mereka, termasuk perbedaan dalam menentukan siapa yang berhak menggantikan Khalifah Utsman, menjadi pemicu terjadinya perang ini. Konflik ini menjadi pertempuran antara dua pihak yang sebelumnya bersatu dalam memerangi musuh-musuh Islam.

Perang ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa yang banyak, tetapi juga memperdalam perpecahan dan konflik internal umat Islam.

Perang Shiffin

Kemudian, perang Shiffin pecah pada tahun 657 Masehi antara pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan pasukan Muawiyah Bin Abu Sufyan, yang merupakan Gubernur Suriah pada saat itu. Konflik ini bermula dari perbedaan pandangan mengenai penerimaan atau penolakan perdamaian setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan.

Ali dan Muawiyah tidak dapat mencapai kesepakatan damai, dan pertempuran berkecamuk di Shiffin, sebuah daerah di dekat Sungai Eufrat di Suriah. Perang ini berlangsung selama berbulan-bulan dan mengakibatkan banyak korban jiwa di kedua belah pihak.

BACA JUGA:Ciri-Ciri Pemimpin yang Baik Menurut Islam

Meskipun akhirnya perang berakhir dengan gencatan senjata, konflik ini meninggalkan bekas yang mendalam dalam sejarah Islam. Selain konflik fisik melalui perang, perbedaan tafsir dan propaganda yang dilakukan oleh ulama su’ juga menjadi faktor pemicu dalam konflik-konflik tersebut.

Akibat Mempercayai Ulama su’

Para ulama su’ menginterpretasikan ajaran Islam dan keputusan politik dengan cara yang berbeda-beda. Mereka menggunakan pengaruh dan otoritas mereka untuk mempengaruhi massa dan menyebarkan propaganda yang mendukung pihak yang mereka anut.

Perbedaan pendapat ini lantas memicu perselisihan dan konflik antara kelompok-kelompok yang mengikuti masing-masing ulama su’. Perpecahan dan konflik yang dipicu oleh ulama su’ memiliki kerugian dan dampak negatif yang signifikan.

Kategori :