RADAR JABAR - Suku yang memiliki ciri-ciri fisik mirip orang India ini dikenal sebagai Rohingya. Belakangan ini, perhatian terhadap Rohingya meningkat di Indonesia karena mereka menyeberangi lautan dengan kapal melalui kondisi yang sulit dan akhirnya tiba di Aceh.
Namun, saat ini, warga Aceh menolak kedatangan mereka, meskipun keduanya merupakan sesama muslim. Mengapa warga Aceh menolak kedatangan Rohingya? Mari kita telisik lebih dalam melalui faktor sejarah.
Sejarah Rohingya mencakup istilah untuk menyebut komunitas Muslim yang berada di wilayah bagian Rakne atau Arakan, yang lebih tepatnya terletak di Myanmar bagian barat dan berbatasan langsung dengan Bangladesh.
Nama "Rohingya" berasal dari kata "rohai" atau "roshang," yang berarti penduduk Muslim. Dahulu, mereka disebut sebagai "penduduk Muslim Rohang" sebelum wilayah mereka berganti nama menjadi Arakan.
Suku ini memiliki karakteristik fisik seperti tulang pipi yang tidak terlalu keras, mata yang tidak begitu sipit, hidung yang tidak terlalu pesek, dan tubuh yang tinggi dengan kulit berwarna gelap. Beberapa di antaranya mungkin memiliki kulit kemerahan, namun tidak terlalu kekuningan.
Masyarakat Rohingya mengalami upaya pengusiran dari wilayah Arakan sejak tahun 1942, ketika terjadi pembantaian terhadap Muslim Rohingya oleh pasukan Pro-Inggris. Pada waktu itu, setidaknya 100.000 Muslim Rohingya tewas di satu kawasan. Sejak saat itu, mereka hidup dalam ketakutan yang konstan.
BACA JUGA:Dapat Rp3 Miliar untuk Selundupkan Rohingya ke Aceh, Warga Bangladesh Ditangkap
Dikutip dari buku "Sejarah Sosial Muslim Minoritas di Kawasan Asia" karya Asep Ahmad Hidayat, terdapat empat kelompok besar komunitas Muslim di Myanmar, yaitu kelompok Islam keturunan Burma, kelompok Islam keturunan India, kelompok Islam keturunan Rohingya, dan kelompok Islam keturunan Cina.
Pada masa Kerajaan Meruku di abad ke-14, yang dipimpin oleh Raja Buddhis bernama Narameikla atau dikenal sebagai Min Saumun, komunitas Muslim telah hadir dan menetap di wilayah Arakan.
Sebelum Narameikla menjadi raja, dia diasingkan di Kesultanan Bengal. Namun, dengan bantuan Sultan Bengal bernama Nasirudin, Narameikla berhasil mendapatkan takhta kerajaan di Arakan.
Kesultanan Bengal, sebuah kerajaan Islam pada abad pertengahan, mulai didirikan pada tahun 1342. Wilayah kekuasaan Kesultanan Bengal mencakup Bangladesh, India bagian timur, dan bagian barat Myanmar.
Setelah Narameikla menjadi raja di Arakan, dia memeluk agama Islam setelah sebelumnya merupakan seorang Buddha. Namanya pun diganti menjadi Sulaimans Syah, dan dia membawa orang-orang Bengal untuk membantu administrasi di pemerintahannya, membentuk komunitas Muslim pertama di Arakan pada saat itu.
Pada tahun 1420, Arakan menyatakan diri sebagai kerajaan Islam yang merdeka di bawah kepemimpinan Raja Sulaiman Syah. Namun, kekuasaan Islam di Arakan hanya bertahan selama 350 tahun. Pada abad ke-17, Arakan berhasil ditaklukkan oleh Raja Myanmar beragama Buddha yang bernama Bodawpaya pada tahun 1784. Akibat invasi ini, sebagian besar penduduk Arakan ditangkap dan dijadikan budak.
Pada tahun 1824, Arakan sepakat menjadi koloni Kerajaan Inggris, dan sejak saat itu, populasi kaum Muslimin di kawasan Arakan mulai berkurang secara perlahan. Pertanyaan apakah etnis Rohingya adalah bagian dari Myanmar masih menjadi kontroversi dan sejarawan memiliki perbedaan pendapat apakah etnis Rohingya telah menetap di Myanmar sebelum kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
Asal-Usul Etnis Rohingya
Pendapat mengenai asal usul etnis Rohingya memiliki dua perspektif yang berbeda. Pendapat pertama menyatakan bahwa etnis Rohingya telah tinggal di Myanmar selama berabad-abad, keyakinan ini didukung oleh komunitas Rohingya sendiri yang menganggap diri mereka sebagai bagian dari salah satu etnis di Myanmar.