Relawan Perawat Amerika Ceritakan Kondisi di Kamp Pengunsi Gaza, 4 Toilet untuk 50 Ribu Orang

Rabu 08-11-2023,21:57 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

RADAR JABAR - Kepala relawan perawat di Doctors Without Borders, Emily Callahan menceritakan para dokter dan perawat Palestina yang tetap tinggal di Jalur Gaza sebagai pahlawan.

“Mereka memiilih tetap tinggal walaupun mengetahui mereka akan mati kalau memilih tetap bertahan di sana,” kata Emily Callahan, kepada reporter Anderson Cooper dari CNN.

Ia mengatakan saat ini tidak ada tempat yang aman di Gaza. Callahan adalah seorang perawat  Amerika yang diselamatkan dari pertempuran di Ground Zero.

Ia kembali ke Amerika akhir pekan ini setelah dievakuasi dari Gaza pada Rabu 1 November 2023. Callahan mengatakan mereka harus pindah lima kali dalam 26 hari demi alasan keamanan.

BACA JUGA:Pengelola Rumah Sakit Indonesia di Gaza Jelaskan Fungsi Terowongan yang Dituduh Israel Sebagai Markas Hamas.

“Salah satu tempat yang kami datangi adalah Pusat Pelatihan Komunis," katanya.

Callahan menambahkan, terdapat 35.000 pengungsi internal, termasuk anak-anak yang mengalami luka bakar parah di wajah, leher, dan seluruh anggota badan.

"Karena rumah sakit kewalahan menghadapi banyak korban luka, sehingga mereka segera dipulangkan,” kata Callahan.

Dia menggambarkan kondisi di kamp-kamp bantuan yang dimaksudkan untuk menampung orang-orang yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan udara Israel.

Callahan mengatakan sebuah kamp pengungsi di Gaza berisi lebih dari 50 ribu orang hanya memiliki 4 toilet yang dilengkapi air selama empat jam sehari.

"Dan mereka mengalami luka bakar dan luka terbuka baru serta amputasi sebagian saat berjalan-jalan dalam kondisi seperti ini. Para orang tua membawa anak-anak mereka kepada kami dan berkata, tolong, bisakah Anda membantu?' kami tidak punya persediaan,” kata Callahan.

Perawat mengatakan mereka harus meninggalkan salah satu kamp karena sudah penuh sesak dan rumah sakit tidak punya ruang lagi. Bahkan beberapa pengungsi mengalami krisis kepercayaan hingga beban mental kepada setiap orang asing yang mereka temui.

"Orang-orang yang putus asa karena kehilangan orang yang dicintai, baik di kanan maupun di kiri, menjadi marah. Dan mereka menunjuk ke arah saya dan berteriak Amerika’. Mereka akan berteriak dalam bahasa Ibrani untuk mengetahui apakah kami orang Israel. Mereka menuduh staf nasional kami sebagai pengkhianat atau berkata , kamu berpura-pura menjadi orang Arab,” katanya.

BACA JUGA:Bombardir Universitas Al-Azhar di Gaza, Israel Masih Cari Banyak Alasan

Lebih lanjut Callahan mengatakan rekan-rekan Palestina mereka tinggal bersama mereka sepanjang waktu.

Kategori :