Musik, Kewarasan, dan Perlawanan: 'Wisata Orang Waras' Jadi Ruang Kritik dan Kesadaran di Bandung

Musik, Kewarasan, dan Perlawanan: 'Wisata Orang Waras' Jadi Ruang Kritik dan Kesadaran di Bandung

Musik, Kewarasan, dan Perlawanan: 'Wisata Orang Waras' Jadi Ruang Kritik dan Kesadaran di Bandung--

RADAR JABAR, BANDUNG - Di tengah riuhnya kota yang kian padat dengan kebisingan dan kegaduhan politik, sekelompok musisi dan pegiat seni memilih jalan berbeda. 

Mereka tidak sekadar bernyanyi, tapi mengajak publik berpikir, masih waraskah kita hidup dalam sistem yang semakin gila?

Pertanyaan itu menjadi roh di balik gelaran 'Wisata Orang Waras (WOW) 2025', sebuah ruang perjumpaan antara musik, seni, dan kesadaran sosial yang digelar di Armor Genuine Urban Forest, Bandung, Sabtu 8 November 2025.

Dengan mengusung tema #BandungWaras, acara ini menampilkan Methosa sebagai penampil utama bersama Totenk, Abah Benny, dan The Summer, dalam pertunjukan berdurasi lebih dari enam jam.

BACA JUGA:Doomsday Open Air 2025 Usung Tema ‘Rebirth From Ruin’, Panggung Kebangkitan Musik Indonesia

BACA JUGA:Aksi & Keseruan Masak Penuh Drama! ANTV Siapkan Ajang Kompetisi Masak dan Hadiah Puluhan Juta Rupiah

Lebih dari sekadar konser, 'Wisata Orang Waras' menjadi forum kolektif yang memadukan musik, diskusi, dan aksi reflektif terhadap isu lingkungan serta ketimpangan sosial. 

Diselenggarakan oleh LALAEV1001 bersama komunitas Methozens, acara ini dijalankan dengan pendekatan ramah lingkungan dan partisipatif tanpa sponsor besar, tanpa glamor, namun sarat makna.

Mereka ingin mengembalikan musik pada hakikatnya, ruang untuk bertemu, berbagi kesadaran, dan membangun percakapan.

Pernyataan itu sejalan dengan semangat Methosa, band yang sejak awal memilih musik sebagai medium perlawanan terhadap ketimpangan. 

Mereka tidak berbicara cinta dalam lirik, tetapi menyuarakan jeritan masyarakat, kegelisahan anak muda, dan keresahan atas realitas sosial yang kian menekan.

Dalam sesi wawancara Mansen Munthe vokalis Methosa, memaparkan bahwa Bandung sejak lama dikenal sebagai kota kreatif dan modifikator.

Namun, menurutnya, kreativitas anak muda Bandung seharusnya tidak berhenti pada estetika, melainkan juga menjadi alat untuk melawan ketidakadilan.

Bandung itu memang kota modifikator. Bandung selalu hadir dengan inspirasi-inspirasi kerennya, memodifikasi sebuah bentuk kesenian, lalu lahir karya baru yang kita kenal dengan ‘Bandung banget’," kata Mansen.

Sumber: