RADAR JABAR - Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan mengenai kredit restrukturisasi COVID-19 pada bulan September 2023 mengalami penurunan menjadi Rp316,98 triliun, dibandingkan dengan posisi pada Agustus 2023 yang mencapai Rp326,15 triliun.
Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK pada bulan Oktober 2023 yang diadakan secara daring, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan mengenai jumlah kredit restrukturisasi COVID-19 yang menunjukan tren penurunan.
"Seiring dengan pertumbuhan perekonomian nasional, jumlah kredit restrukturisasi COVID-19 terus menunjukkan tren penurunan menjadi Rp316,98 triliun, dibandingkan dengan bulan Agustus sebelumnya yang mencapai Rp326,15 triliun, dengan penurunan sebesar Rp9,17 triliun" ujar Dian Ediana Rae selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK di Jakarta, Senin (30/10).
BACA JUGA:Munarman Bebas Murni Setelah 3 Tahun Penjara, Teriakan Dukungan untuk Palestina
Dian juga menyebutkan bahwa jumlah nasabah yang mengajukan kredit restrukturisasi COVID-19 pada bulan September 2023 adalah sebanyak 1,30 juta nasabah, mengalami penurunan dibandingkan dengan Agustus 2023 yang mencapai 1,46 juta nasabah.
Penurunan jumlah kredit restrukturisasi COVID-19 ini memiliki dampak positif dengan menurunkan rasio loan at risk (LaR) pada September 2023 menjadi 12,07 persen, sedangkan pada Agustus 2023 mencapai 12,55 persen.
Lebih lanjut, Dian mengungkapkan bahwa sekitar 43,32 persen dari total porsi kredit restrukturisasi COVID-19, atau setara dengan Rp145,3 triliun, adalah kredit yang bersifat targeted dan memerlukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan tambahan hingga Maret 2024.
BACA JUGA:Pemprov Papua Barat Lakukan Pendataan UMKM dan Koperasi
Dian juga mencatat bahwa meskipun tingkat imbal hasil surat utang AS masih tinggi dan berdampak pada kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN), risiko pasar yang terkait dengan portofolio SBN telah cukup terkendali. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian durasi SBN serta rebalancing jenis portofolio yang bersifat healthy maturity maupun available for sale oleh perbankan, sehingga potensi kerugian dan perubahan nilai wajar surat berharga tidak memengaruhi modal perbankan.
Terkait dengan pelemahan nilai tukar rupiah, portfolio perbankan secara umum tidak terlalu dipengaruhi karena Posisi Devisa Netto (PDN) perbankan tetap stabil pada level 1,76 persen pada September 2023, dibandingkan dengan 1,72 persen pada Agustus 2023, yang jauh di bawah ambang batas sebesar 20 persen.
Dian menekankan bahwa berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, industri perbankan tetap resilient dan mampu menghadapi potensi risiko di tengah kondisi saat ini. Namun, perbankan akan terus melakukan uji stres pada berbagai skenario untuk menguji ketahanan modal dan likuiditas sesuai dengan prinsip manajemen risiko.*