RADAR JABAR - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa terjadinya aktivitas penekanan atau subduksi, yang juga dikenal sebagai gempa bumi intraslab dengan mekanisme sesar naik, telah menyebabkan gempa bumi di bagian selatan Jawa Barat.
"Morfologi wilayah tersebut pada umumnya berupa dataran pantai yang dibatasi pada bagian utara dengan morfologi perbukitan bergelombang hingga perbukitan terjal," kata Pelaksana tugas Badan Geologi, Muhammad Wafid dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (20/10).
Terjadi gempa bumi dengan kekuatan 5,2 magnitudo yang episenternya terletak di Samudera Hindia, pada tanggal 19 Oktober 2023, jam 21.08 WIB,
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa pusat gempa berada pada koordinat 107,34 bujur timur dan 8,09 lintang selatan, sekitar 115,5 kilometer barat daya dari Kota Garut, dan 143,8 kilometer tenggara dari Kota Cianjur.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: BMKG Laporkan Gempa di Banten, Terasa Sampai Jakarta dan Bandung
Menurut data dari The United States Geological Survey (USGS) Amerika Serikat, pusat gempa terletak pada koordinat 107,208 bujur timur dan 7,870 lintang selatan dengan kekuatan 5,2 magnitudo pada kedalaman 59,7 kilometer.
Sementara menurut informasi dari Geo Forschungs Zentrum (GFZ) Jerman, episenter gempa bumi berlokasi di koordinat 107,47 bujur timur dan 7,74 lintang selatan dengan kekuatan 5,3 magnitudo pada kedalaman 69 kilometer.
Wafid menjelaskan bahwa wilayah di sekitar pantai ini terdiri dari tanah dengan beragam tingkat kekerasan, mulai dari tanah lunak (kelas E) hingga tanah sedang (kelas D), dan di bagian utara terdapat tanah keras (kelas C).
Secara keseluruhan, wilayah ini tersusun dari batuan yang bervariasi, termasuk batuan tersier seperti batuan sedimen dan rombakan gunung api, serta endapan kuarter seperti aluvial pantai, aluvial sungai, dan batuan rombakan gunung api muda seperti breksi gunung api, lava, dan tuff.
Beberapa dari batuan tersier dan batuan rombakan gunung api muda tersebut telah mengalami pelapukan, dan endapan kuarter serta batuan yang telah pelapukan cenderung lembek, tidak padat, dan memiliki potensi untuk memperkuat efek getaran gempa bumi, menjadikannya rawan terhadap gempa bumi.
Di samping itu, wilayah ini memiliki morfologi berbukit dengan lereng yang bervariasi dari bergelombang hingga terjal, dengan batuan yang telah mengalami pelapukan.
Hal ini meningkatkan risiko terjadinya gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi yang kuat dan curah hujan yang tinggi.
Menurut data dari Badan Geologi, pemukiman penduduk di daerah yang terkena dampak gempa bumi terletak di kawasan rawan bencana gempa bumi dengan tingkat risiko yang beragam, mulai dari sedang hingga tinggi.
Meskipun pusat gempa berlokasi di laut, kejadian ini tidak mengakibatkan tsunami karena tidak menyebabkan perubahan signifikan di dasar laut yang dapat memicu gelombang tsunami.
BACA JUGA:Gempa 2,3 Magnitudo Guncang Kabupaten Bandung