Tak Seindah di Drama, Fenomena Patriarki dan Misogini di Korea Selatan Kian Mengkhawatirkan

Selasa 03-10-2023,15:36 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

Selanjutnya, muncul istilah "Yang Gong Ju," yang awalnya merujuk pada perempuan penghibur yang memiliki hubungan dengan tentara Amerika Serikat, tetapi maknanya berubah menjadi pekerja seks di zaman modern.

Terdapat juga istilah "Kimchi-Nyo" yang digunakan untuk merendahkan perempuan yang dianggap bodoh, suka barang mahal, dan selalu ingin dihibur oleh kekasihnya. Belakangan, istilah "Kimchi-Nyo" digunakan untuk meremehkan kelompok feminis di Korea Selatan.

Salah satu alasan mengapa perempuan di Korea Selatan merasa kecewa dan bahkan marah adalah tekanan sosial yang tumbuh dalam masyarakat Korea Selatan.

Konsep ini dikenal sebagai "Heal Jeoseon" dan muncul pada akhir tahun 2000-an. Konsep ini merujuk pada sistem kelas sosial ala dinasti Joseon dengan mobilitas antar kelas yang sulit terjadi.

Pada akhir tahun 2000-an, banyak anak muda, baik pria maupun perempuan, kesulitan mencari pekerjaan.

Namun, protes yang paling keras datang dari pria muda Korea Selatan yang merasa bahwa kehidupan perempuan jauh lebih baik karena mereka tidak perlu mengikuti wajib militer selama dua tahun.

Sementara pemerintah memberlakukan kebijakan kuota untuk perempuan yang dianggap sebagai ketidakadilan oleh sebagian pria. Di sisi lain, banyak pria juga merasa terbebani oleh biaya kencan yang selalu harus mereka tanggung.

Pandangan yang menganggap perempuan di Korea Selatan tidak menarik juga telah tumbuh subur, yang menyebabkan rasa benci terhadap perempuan muncul di forum daring.

Kemarahan ini terus diproduksi oleh kelompok yang menonjol, seperti "Ilbe." Kelompok ini dengan tekun melancarkan propaganda misoginis yang ditujukan secara langsung kepada perempuan Korea Selatan.

Anggota Ilbe percaya pada kesetaraan antara pria dan perempuan, tetapi mereka merasa bahwa perempuan memiliki lebih banyak hak istimewa daripada pria.

BACA JUGA:Kamu Mau Keren Seperti Cewe Tomboy Korea? Atau Seperti Idol K-POP? Cobain Gaya Rambut Ini! Nomor 5 Terkeren!

Dengan perkembangan media sosial, kontestasi narasi ini mulai diperjuangkan dalam bentuk feminisme digital. Meskipun feminisme digital telah muncul sejak 1990-an di Korea Selatan, keberadaannya menjadi lebih menonjol saat pertentangan terhadap feminisme dan feminis semakin meningkat.

Pada tahun 2015, muncul komunitas daring feminis radikal yang dikenal sebagai "Megalia." Komunitas ini terkenal karena menggunakan taktik "stra mirroring," yaitu melawan misoginis dengan misoginis.

Taktik ini kemudian diadopsi oleh kelompok feminis radikal lainnya. Aktivisme kolektif ini tidak hanya terbatas pada dunia maya, tetapi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahun 2016, pembunuhan seorang perempuan di Gangnam memicu protes massal.

Dalam dua tahun berikutnya, aktivisme perempuan di Korea Selatan mendapatkan momentum melalui tagar #MeToo. Isu utama yang ditekankan adalah kekerasan seksual dan "Molka." Namun, ironisnya, istilah "feminis" menjadi bermakna peyoratif.

Pada tahun 2018, musisi San E merilis lagu berjudul "feminist" dengan lirik yang sangat misoginis. Lagu ini membuat orang-orang takut untuk dianggap sebagai feminis.

Kategori :