RADAR JABAR - Kota Paris yang adalah Ibu Kota Prancis, sering kali menjadi tujuan wisata romantis terutama bagi para turis mancanegara.
Kota ini dianggap sebagai simbol romantisme dan keindahan dengan bangunan-bangunannya yang memiliki arsitektur terbaik.
Namun, tak hanya untuk manusia, Paris juga menjadi tempat yang nyaman bagi tikus untuk berkembang biak.
Diperkirakan ada sekitar enam juta tikus yang hidup di Paris, sebuah angka populasi yang melebihi jumlah manusia di kota ini dengan rasio perbandingan 3:1.
Kehadiran populasi tikus yang besar ini bahkan mewajibkan penduduk Paris untuk hidup berdampingan dengan hewan pengerat tersebut.
Wali Kota Paris, Anne Hidalgo, sedang mempertimbangkan upaya untuk membasmi salah satu jenis hama tersebut.
Sebenarnya, masalah dengan tikus di Paris sudah ada sejak lama, terutama pada abad ke-14 ketika penyebaran penyakit pes menyebabkan kematian bagi setengah dari populasi penduduk Paris.
"Berdasarkan panduan dari wali kota, kami memutuskan membentuk komite untuk masalah kohabitasi," ujar wakil Wali Kota Paris bidang kesehatan masyarakat, Anne Souyris, dalam pertemuan dengan Dewan Kota Paris, seperti dilansir RT.
Pengumuman mengenai kebijakan penanggulangan tikus kali ini berbeda dengan aturan yang sebelumnya diberlakukan di Paris.
Pada tahun 2017, Pemerintah Paris telah mengalokasikan dana sebesar US$1,8 juta atau sekitar Rp26,7 miliar untuk memberantas populasi tikus.
Saat itu, berbagai kebijakan anti-tikus telah diterapkan, termasuk pemasangan tempat sampah kedap udara dan penggunaan racun tikus dalam skala besar di ribuan lokasi di seluruh wilayah kota Paris.
Masalah tikus di Paris semakin memburuk setelah terjadinya protes massal terkait reformasi pensiun yang baru-baru ini terjadi.
Akibat unjuk rasa yang berlangsung selama berhari-hari, tumpukan sampah pun mulai terbentuk.
Souyris mengungkapkan bahwa sebuah komite akan menentukan cara "paling efisien" agar warga Paris dapat hidup berdampingan dengan tikus.
Beberapa kelompok hak hewan menyambut rencana baru pemerintah Paris tersebut. Mereka berpendapat bahwa penting untuk menggunakan metode pengendalian yang efektif namun humanis.