Abdul mengaku, setiap bulan dirinya tak jarang mengeluarkan biaya dari kantong pribadi, dengan tujuan supaya anggota bisa tetap bertahan mengurus TPS 3R.
"Untuk alat perlengkapan alhamdulillah lengkap, cuman kita terkendala di biaya pengangkutan dan mesin pencacah sampah," imbuhnya.
Dijelaskan Abdul, mesin pencacah yang ada di TPS 3R Pamoyanan Indah hanya untuk sampah organik, sementara mayoritas limbah rumah tangga didominasi oleh sampah non-organik.
"Jadi susah juga buat kita mengelola sampah menjadi penghasilan, minimal disediakan juga mesin pencacah plastik," jelasnya.
Abdul mengaku, selama ini dirinya belum pernah mendapatkan pelatihan maupun penyuluhan terkait pengelolaan sampah dari DLH Kabupaten Bandung.
"Pengontrolan juga dari DLH belum pernah, padahal kita butuh adanya pelatihan, akhirnya kita TPS 3R enggak berkembang," paparnya.
Minimnya perhatian dari pemerintah membuat TPS 3R Pamoyanan Indah seakan beralih fungsi menjadi Tempat Pembuangan Sampah (TPS).
"Harapan saya supaya biaya pengangkutan tidak terlalu besar, kemudian ada perhatian dari pemerintah setempat," tuturnya.
"Fasilitasi mesin pencacah plastik kemudian berikan penyuluhan dan pelatihan agar kita bisa mandiri dan berkembang," pungkas Abdul. (Bas)