JAKARTA - Dua jenderal bintang dua (purn) yakni mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri, Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto dan mantan Kadiv hukum Polri, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi menyebut Bharada E punya kekuatan sakti melebihi jenderal.
Irjen (Purn) Bekto Suprapto menyebut Bharada E sebagai sosok yang sangat sakti karena kekuatannya bisa melebihi jenderal.
Ia meyakini bahwa Bharada E punya daya tarik yang paling tinggi dalam kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Bharada E disebut Bekto sebagai orang yang paling punya kekuatan tinggi dan paling sakti dalam kasus Brigadir Yoshua.
Hal tersebut disampaikan Bekto Suprapto saat berbincang-bincang dengan Irjen (Purn) Aryanto Sutadi dan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri), Susno Duadji dalam video yang diunggah lewat kanal YouTube Polisi Ooh Polisi, Kamis (28/7).
“Bharada E ini terkesan sebagai sosok yang paling menarik perhatian,” kata Bekto Suprapto.
“Bahkan tokoh yang paling kuat, paling sakti. Dianggap melebihi jenderal kekuatannya,” ucapnya menambahkan.
Selain dianggap sebagai sosok sakti, Bharada E juga dinilai layaknya seseorang yang sangat misterius.
Mantan Kadiv hukum Polri, Irjen (Purn) Aryanto Sutadi mengungkapkan bahwa sebenarnya sosok Bharada E ini mampu membuat pemberitaan menjadi sangat booming saat ini.
“Lebih hebatnya lagi, kemarin dia (Bharada E) menghilang. Eh sekarang datang lagi, dia datang ke Komnas HAM dikawal sama banyak polisi,” kata Aryanto Sutadi.
“Yang dikawal kan cuma jenderal. Berarti dia melebihi jenderal. Ada perwira lagi yang mengawal. Mungkin besok-besok dia bisa jadi saksi, jadi tersangka atau nggak jadi. Makanya itu kenapa dia disebut sakti,” lanjutnya.
Meski tidak pernah mendengar adanya kabar Bharada E diperiksa, tetapi Aryanto meyakini bahwa sosok yang diduga telah membunuh Brigadir Josua itu sudah dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian.
Akan tetapi dia merasa ada keanehan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak diungkap secara publik dengan alasan dapat mengganggu proses penyelidikan.
“Bharada E pasti sudah diperiksa penyidik maupun tim khusus yang dibentuk Kapolri. Kenapa? Keterangan dia bilang membela diri lalu menembak lima kali dari siapa kalau bukan keterangan saksi,” tutur Aryanto.
“Cuma oleh polisi tidak dipublis. Karena itu dianggap bisa mengganggu jalannya penyidikan. Itu lucunya. Alasannya kan sering begitu polisi,” sambungnya.
Lebih lanjut, Aryanto menganggap Bharada E lebih sakti karena para jenderal saja sudah dinonaktifkan statusnya, tetapi justru dia belum dilakukan penindakan apapun.
“Tiga perwira itu nonaktif untuk menghilangkan hambatan psikologis. Tapi kalau Bhadara E mau dinonaktifkan atau mau dipecat nggak ada pengaruhnya terhadap penyidikan ini,” tutupnya.
Sebelumnya, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan bahwa polisi telah melanggar beberapa aturan dalam berupaya mengungkap kasus tewasnya Brigadir J.
Bambang meyakini bahwa ada beberpaa aturan dasar yang jelas dilanggar dalam mencoba memecahkan misteri tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat di rumah Kadiv Propam Ferdy Sambo.
Aturan yang dilanggar yakni ada tempat kejadian perkara (TKP) dan terkait pelaksanaan prarekonstruksi.
Satu lagi ada yang berkiatan erat dengan penggunaan senjata api bagi personel Polri yang bertugas sebagai ajudan atau pengawal perwira tinggi.
“Itu beberapa Peraturan Kapolri (Perkap) yang dilanggar,” ucap Bambang, Kamis (28/7).
Kasus ini juga menjadi geger karena adanya salah langkah dri tindakan dan juga pernyataan-pernyataan yang disampaikan Polri.
Langkah yang dimaksud yakni adanya tindakan pengambilan CCTV, karena disebut telah melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.
Kemudian polisi juga dianggap salah karena terus menerus menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari penembakan menjadi pelecehan seksual.
Lanjut, tidak menghadirkan tersangka penembakan dan kejanggalan-kejanggalan yang tidak diterima nalar publik.
Seluruh kejanggalan-kejanggalan yang terjadi disebutnya telah disebabkan oleh semua kejanggalan itu bermuara pada ketidakpercayaan kepada institusi Polri.
“Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak terlambat dan seolah menunggu desakan publik. Ke depan harapannya bukan hanya penonaktifan Kadiv Propam, tetapi juga semua jajaran yang terlibat dalam upaya-upaya menutupi kasus ini hingga tiga hari baru diungkap ke publik,” tuturnya.
“Berdasarkan ketentuan di atas, rekonstruksi merupakan salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilaksanakan penyidik dalam proses penyidikan,” sambung Bambang.
Profil Bharada E
Bharada E memiliki nama lengkap Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Pria berusia 24 tahun berasal dari Manado, Sulawesi Utara.
Bharada Eliezer adalah salah satu ajudan Kepala Divisi Propam Polri nonaktif, Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo.
Ia juga salah satu pelatih vertical rescue atau pelatih teknik evakuasi dari titik rendah menuju titik tinggi.
Bharada Eliezer berasal dari kesatuan Brimob Polri. Ia adalah lulusan dari Pusat Pendidikan Brimob Wakutosek, Jawa Timur pada tahun 2019.
Bharada Elizer dikenal sebagai penembak nomor satu di Resimen Pelopor Korps Brimob.
Dari informasi yang diperoleh melalui akun Instagram miliknya, Bharada E merupakan sosok yang menyukai olahraga ekstrim seperti climbing dan pecinta alam. (pojoksatu-red)