Dedi Mulyadi: Hutan adalah Areal Sakral yang Tidak Boleh Diganggu

Dedi Mulyadi: Hutan adalah Areal Sakral yang Tidak Boleh Diganggu

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat memberikan keterangan kepada awak media di Pendopo Bupati Bogor, pada Kamis (13/3/2025). Foto : Regi--

RADAR JABAR - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan, hutan sebagai area sakral yang tidak boleh diganggu maupun dirusak.

Ia menjelaskan, terdapat empat jenis hutan menurut suku sunda yakni, leuweung tutupan, leuweung titipan, leuweung awisan, dan leuweung garapan.

"Ada leuweung tutupan, itu leuweung yang tidak boleh tersentuh disebutnya Taman nasional. Leuwung titipan, ini namanya di bawah taman nasional itu, hutan lindung," kata Dedi di Pendopo Bupati Bogor, Kabupaten Bogor, pada Kamis (13/3/2025).

"Leuweung awisan, ini cadangan kalau yang keempat sudah habis, namanya leuweung garapan, Ini areal-areal sakral yang tidak boleh diganggu" sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, selain adanya prasasti batu tulis bagi sejarah peradaban sunda di Bogor. Hutan merupakan peninggalan utama yang ada di wilayah Bogor. 

Menurutnya, hutan sebagai nilai spiritualitas dan menjadi pusat ekosistem bagi keberlangsungan hidup manusia.

BACA JUGA:Mensos Minta Kepala Daerah Usulkan Aset Bangunan atau Tanah untuk Sekolah Rakyat

BACA JUGA:Website Resmi Pemkab Bandung Diduga Diretas: Ada Tulisan 'Slot Gacor'

"Karena bagi saya hutan itu nilai spiritualitas, dia menjadi pusat ekosistem kehidupannya manusia. Masa pusatnya diinjakin, kan ga boleh," kata Dedi Mulyadi di Pendopo Bupati Bogor, Kabupaten Bogor, pada Kamis (13/3/2025).

Ia menjelaskan, hutan di Bogor sebagai pusat ekosistem bagi manusia dan sekarah peradaban sunda. Dia menambahkan, jika wilayah tersebut terganggu maka akan menyebabkan penyakit.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, timbulnya penyakit itu karena kerusakan ekosistem hutan bukan akibat adanya makhluk halus atau semacamnya.

Dirinya menutur, pihak pemerintah provinsi bersama pihak terkait lainnya akan memfokuskan kawasan yang semulanya menjadi hutan, tetap hutan.

"Karena ini pusat ekosistem di sini. Jadi kalau ekosistem diganggu, maka terganggu juga ekosistem, nanti lahir penyakit segala macam," ucap dia.

"Jadi bukan jurig (makhluk halus) ya, itu ekosistem. Dulu orang tua kita belum bisa menerjemahkan dalam bahasa ilmiah hari ini. Kita fokus areal yg mestinya hutan, menjadi hutan," sambungnya.

Sumber: