Kemenag Bahas Kebijakan Haji 2025 dalam Mudzakarah Perhajian Indonesia

Kemenag Bahas Kebijakan Haji 2025 dalam Mudzakarah Perhajian Indonesia

Mudzakarah Perhajian Indonesia yang digelar di Bandung pada 7-9 November 2024. --ANTARA/HO-Kemenag

RADAR JABAR - Kementerian Agama menggelar Mudzakarah Perhajian Indonesia untuk membahas berbagai isu penting yang akan menjadi dasar kebijakan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M. Forum ini berlangsung selama tiga hari, 7-9 November 2024, di Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, Jawa Barat.

""Ini juga dalam rangka harmonisasi seluruh ormas Islam, di mana pada tahun-tahun sebelumnya Mudzakarah Perhajian ini juga pernah diadakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Situbondo milik Nahdlatul Ulama serta di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,"  ujar Direktur Bina Haji Kemenag, Arsad Hidayat, di Jakarta, Kamis (7/11).

Salah satu isu penting yang dibahas dalam Mudzakarah ini adalah hukum penggunaan nilai manfaat dalam pengelolaan dana haji.

Hal ini terkait dengan ijtima' ulama MUI pada Mei 2024 yang melarang pemanfaatan hasil investasi setoran awal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) calon jamaah untuk mendanai jamaah lain, karena dianggap mengurangi hak calon jamaah.

BACA JUGA:Amankan Aset Negara di Kota Bandung, BPN Kota Bandung Serahkan Sertipikat BMN

BACA JUGA:3 Perbedaan Kebijakan Prabowo vs Jokowi dalam Pemerintahan Ini Akan Saling Berebenturan

"Ini kalau betul diimplementasikan, banyak konsekuensinya. Yang paling jelas itu adalah kenaikan biaya Bipih atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji yang harus dibayarkan oleh setiap jamaah," jelas Arsad.

Kemenag telah berdialog dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) serta organisasi besar Islam di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah. Banyak dari mereka, terutama NU, mendukung pemanfaatan nilai manfaat dana haji untuk pelaksanaan ibadah haji.

Arsad menjelaskan bahwa NU mendasarkan argumennya pada akad "wakalah mutlaqah," yaitu pelimpahan penuh dari jamaah kepada pengelola dana.

"Salah satu argumentasinya adalah akad yang digunakan ketika jamaah menyetorkan dana haji itu bukan akad wadiah atau menyimpan uang, tapi akad wakalah mutlaqah," ujar Arsad.

BACA JUGA:Kementerian PU Gandeng Pemangku Kepentingan Kembangkan Teknologi Infrastruktur Tahan Bencana

BACA JUGA:Kunjungan Perdana ke Jateng, Menteri Nusron: Samakan Gelombang Pemikiran dan Filosofi demi Mencapai Tujuan

Dengan akad ini, dana yang disetorkan jamaah untuk mendapatkan nomor antrean haji diizinkan untuk diinvestasikan demi manfaat yang lebih luas, dan pengelolaan nilai manfaatnya menjadi hak pengelola (al-wakil) sesuai amanah jamaah.

Sumber: antara