Iran Berharap Gencatan Senjata Gaza Tetap Terjaga Meski Rencana Pembalasan Terhadap Israel Dilakukan
Potret Kantor PBB New York--ANTARA/HO-Anadolu/www.un.org
RADAR JABAR - Iran menyatakan keinginannya untuk menghindari dampak negatif terhadap perundingan gencatan senjata Gaza sebagai akibat dari tindakan balasan yang diantisipasi terhadap Israel atas pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, bulan lalu.
Menurut pernyataan misi permanen Iran di PBB pada hari Sabtu, mencapai gencatan senjata permanen di Gaza tetap menjadi prioritas utama. Pihak Iran juga mengonfirmasi bahwa mereka akan menunggu kesepakatan yang dicapai oleh Hamas.
Iran mengecam pembunuhan Haniyeh sebagai pelanggaran terhadap keamanan dan kedaulatan nasionalnya, namun tetap menyatakan siap menerima kesepakatan yang diterima oleh Hamas. Iran menekankan haknya untuk membela diri tetapi berharap tanggapannya tidak akan menghalangi upaya gencatan senjata yang sedang berlangsung.
BACA JUGA:UAE Desak Israel dan Hamas Lanjutkan Pembicaraan Gencatan Senjata
Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan yang meningkat setelah pembunuhan Haniyeh pada 31 Juli dan serangan Israel sebelumnya di Beirut yang mengakibatkan tewasnya Fouad Shukr, seorang komandan senior Hizbullah Lebanon.
Pada hari Kamis (8/8), para pemimpin Mesir, Qatar, dan AS menyerukan dimulainya kembali perundingan gencatan senjata dan pertukaran sandera antara Israel dan Hamas, yang dijadwalkan akan berlangsung pada Rabu atau Kamis minggu depan di Doha atau Kairo.
BACA JUGA:PBB Mengecam Pembubaran Partai Oposisi Thailand oleh Mahkamah Konstitusi
Serangan Israel terhadap Jalur Gaza telah menyebabkan hampir 39.700 kematian sejak Oktober lalu, mengikuti serangan lintas perbatasan oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas. Lebih dari sepuluh bulan setelah serangan tersebut, sebagian besar wilayah Gaza mengalami kehancuran, dengan blokade yang menghambat akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel juga dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang memerintahkan agar Israel segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.*
Sumber: antara